PERMATA
“Cincin baru lagi, Cha ?” Pandangan iri jelas terpancar. “Iya tuh, gak tahu deh Mas Rio, sukanya beli-beli, ngasih-ngasih kayak gini tiap hari.” Icha mengibaskan ujung jilbabnya yang menjuntai. “Padahal aku sudah bilang gak usah, tapi tetap aja...” “Harusnya kamu bersyukur, Cha. Udah untung punya suami romantis perhatian kayak gitu, malah kamu cuekin setengah mati.” Ina menyeruput kopi panasnya. “Lihat suamiku..” Ia mendesah panjang. “Pulangnya selalu malam, jarang ngobrol, pagi ketemu sebentar, eh sudah menghilang lagi. Tiap hari kayak gitu. Emang sih uang bulanan banyak, tapi kan.. Aku juga pengen disayang-sayang...” Icha menatap ujung sepatunya. “Mas Rio, luar biasa sih, Na. Tapi kadang, aku merasa terbebani juga. Aku kan sering gak peka, jadi suka merasa bersalah sama dia..” “Udahlah, Cha, nikmati saja.. Mumpung masih ada..” Mereka tergelak bersama. *** “Mas, aku pulang,” Icha menyampirkan tas di atas sofa. “Ngobrol apa saja, tadi?” Ditatapnya Rio, suaminya...