RA
“Ra... Panggil saja aku Ra..” Aku mengulurkan tangan. Dia melirikku sekilas. Lalu menangkupkan kedua telapaknya ke dada. “Saya Fe, lengkapnya Feri.” Hatiku tersentil. Segitu tidak maunya kah dia bersentuhan denganku? Memangnya aku manusia kotor dan menjijikkan? Namun kupasang wajah tanpa ekspresi. “Ini berkasnya, tolong serahkan kembali besok pagi ya,” langsung kubalikkan badan dan melenggang pergi. *** “Jadi, maksud kedatangan saya kesini adalah untuk melamar putri Bapak, Zahra..” Jantungku seolah berhenti berdetak. Dari balik tirai yang memisahkan ruang tamu dan ruang keluarga, aku gemetar. Benarkah ini orang yang sama dengan lelaki yang setiap hari menundukkan pandangannya di depanku? Yang menolak semua interaksi kecuali berhubungan dengan pekerjaan kami di kantor? Memangnya sejak kapan dia menaruh minat terhadapku? Aku mencubit lengan, sakit. Ini bukan mimpi, kan? *** “Saya terima nikahnya...” sayup-sayup kudengar akad nikah bergem...