Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 8, 2025

GELAP

Icha menatap langit-langit kamar yang berwarna kelabu. Bukan karena catnya, tapi karena dinding itu sudah lama kehilangan cahaya. Tirai tebal menutup rapat jendela, membiarkan debu menumpuk di setiap sudut ruangan. Kamar itu menjadi dunianya—penjara tanpa jeruji, tetapi penuh ketakutan yang tak kasat mata. Sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali melangkah keluar. Semuanya dimulai dengan perasaan lelah yang tak kunjung hilang. Lalu, perlahan, dunia di luar terasa seperti monster yang siap menerkam. Ponsel yang dulu menjadi penghubungnya dengan teman-teman kini teronggok mati di laci meja. Semua kontak dan aplikasi telah ia hapus. Icha takut akan pesan, takut akan suara dering, bahkan takut akan cahaya layar yang menyilaukan. Setiap malam, mimpi buruk datang tanpa undangan. Wajah-wajah asing dengan tatapan menghakimi, ruangan gelap tanpa pintu keluar, dan jeritan tanpa suara. Icha sering terbangun dengan tubuh basah oleh keringat dingin, jantung berdegup seperti genderang perang. Ia ...

MALU

Ada saatnya aku merasa ingin menghilang. Bukan karena lelah menghadapi dunia, tapi karena pandangan orang yang terasa begitu menusuk. Diagnosis itu—depresi. Kata yang terdengar seperti vonis akhir bagi banyak orang. Ketika aku pertama kali harus mengunjungi poli jiwa, rasanya seperti membawa beban berat di pundakku, meski langkahku hanya menuju ruangan kecil dengan pintu bertuliskan Konsultasi Psikiatri. “Malu,” bisik hatiku, berkali-kali, seperti mantra yang tak henti terulang. Pandangan orang-orang di ruang tunggu terasa seperti sorotan lampu tajam yang menguliti diriku. Mereka mungkin bertanya dalam hati, Apa yang salah dengannya? Kenapa dia ada di sana? Dan aku? Aku sendiri tak tahu apa yang salah. Yang aku tahu hanyalah bahwa aku lelah. Hari-hari setelah itu, hidupku berubah. Obat-obatan yang harus kuminum beberapa kali setiap hari, sesi terapi yang harus kujalani secara rutin, dan rasa cemas yang tak pernah benar-benar hilang. Di luar, aku mencoba tersenyum. Tapi di dalam, ada su...

BAYANG

Senja itu datang seperti biasa, membawa warna jingga yang berbaur dengan kegelapan. Tapi di mataku, senja terasa hampa, seakan kehilangan makna yang dulu kupuja. Di tengah keramaian dunia, aku merasa asing dan terbuang. Kehidupan terus berjalan, tetapi langkahku tertahan, tenggelam dalam lautan pikiran yang tiada habisnya. Depresi bukanlah sekadar sedih yang berlalu begitu saja. Ia datang tanpa permisi, seperti bayangan yang perlahan merayap, mengaburkan cahaya di sekitarku. Setiap pagi menjadi perjuangan, dan setiap malam terasa seperti pertempuran tanpa akhir. Aku ingin berbicara, tetapi kata-kata selalu menghilang sebelum sempat keluar. Hari itu, aku duduk di tepi jendela, memandangi langit yang muram. "Kenapa aku seperti ini?" tanyaku pada diriku sendiri, tetapi, tak ada jawaban. Yang ada hanyalah kekosongan, keheningan, dan beribu pikiran yang berulang-ulang menghantam keyakinanku. Di antara bayang-bayang itu, ada sesuatu yang menahan. Entah doa yang tak pernah kuucap, a...

JEDA

Hidup adalah perjalanan yang tak pernah benar-benar kita pahami. Kadang terasa berat, kadang penuh sukacita, tetapi selalu menyimpan pelajaran. Malam itu, aku duduk di teras rumah, merenungi keheningan yang menyelimuti dunia. Langit begitu cerah, dihiasi taburan bintang yang tampak acuh pada hiruk-pikuk kehidupan manusia. Pikiranku melayang, mencoba memahami makna dari segala kesibukan yang kerap menyita waktu dan perhatian. Kita bangun pagi-pagi, bergegas menjemput rezeki, lalu kembali ke rumah dengan rasa lelah yang membebani. Namun di antara semua rutinitas itu, apa yang sebenarnya kita kejar? Aku ingat seorang pria tua yang pernah kutemui di pasar. Dengan tubuh yang ringkih, ia masih mengangkat karung-karung berat demi menjual hasil kebunnya. Di sela pekerjaannya, ia tersenyum ramah kepada setiap orang yang lewat, seolah berkata bahwa hidup ini bukan hanya tentang perjuangan, tetapi juga tentang berbagi. "Yang penting bukan seberapa banyak yang kita miliki, Mbak, tapi seberapa...

KESEHATAN MENTAL: MENJAGA KESEIMBANGAN PIKIRAN DI TENGAH KESIBUKAN

Kesehatan mental sering kali menjadi hal terakhir yang kita pikirkan, padahal ia memengaruhi segalanya—dari cara kita berinteraksi dengan orang lain hingga bagaimana kita menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Dunia sekarang bergerak begitu cepat, dan kita sering kali terjebak dalam rutinitas yang membuat kita lupa untuk berhenti sejenak dan mengevaluasi diri. Seiring dengan segala hal yang kita kejar, kita sering melupakan pentingnya menjaga kondisi pikiran kita. Padahal, kesehatan mental bukanlah sekadar tentang “merasa baik” atau “tidak stres”, tapi tentang bagaimana kita bisa menerima dan merawat diri dengan penuh pengertian, tanpa rasa bersalah. Bagi saya, pengalaman pribadi dalam menghadapi depresi selama 4 tahun adalah perjalanan yang mengajarkan betapa pentingnya kesehatan mental. Di masa itu, saya merasa terjebak dalam pikiran yang gelap gulita dan penuh kecemasan, seperti tidak ada jalan keluar. Saya merasa sakit, lelah, kehilangan semangat hidup, dan tidak tahu harus berbua...