Postingan

Menampilkan postingan dari Februari 18, 2011

MENATAP DENYUT SENI DAN KEHIDUPAN DI KOTA KENANGAN

Gambar
Pukul 9, Jan 21, 2010 aku berjalan di sepanjang Malioboro. Para pedagang baru saja membuka kios, merapikan dagangan, dan memulai aktivitas hariannya. Terus kutelusuri jalan. Kulihat berbagai suasana mengharukan, bukti cinta dan pengabdian pada seni dan kehidupan. Seorang pedagang pigura memotong kayu perlahan sambil memoles cat dengan jari-jarinya yang keriput, seorang pelukis jalanan termenung memandang hasil karyanya. Seorang ibu-ibu penjual kaca membersihkan dagangannya hingga mengkilap, penjual poster terdiam menatap sebagian barang dagangannya yang cacat dan rusak terkena hujan. Di seberang jalan, anak-anak sekolah riang gembira menyambut hari, bersama menuju Taman Pintar bersama guru mereka. Sementara kendaraan-kendaraan bermotor mulai memadati jalan raya, petugas kebersihan menyelesaikan tugasnya, loper koran dan pedagang asongan mulai bekerja. Semua berjibaku demi penghidupannya. Betapa miris hati ini menatap sebagian barang dagangan yang hancur, pandangan para...

TERMINAL TAWANG ALUN JEMBER

Gambar
Tawangalun, pukul 01.00.. Suara petikan gitar terdengar nyaring, diiringi pekikan lagu riang di pojok emperan. Sekelompok remaja menahan dingin melawan kantuk dengan bernyanyi dan berjoget riang. Pusat keramaian masih tetap, berjuang dengan teriakannya mencari penumpang. Tak bosan dan menyerah kalah pada lelah meski peluh deras membanjiri sekujur badan. Seorang diri, aku, perlahan menyusuri jalan lengang. Diikuti tatapan heran berpuluh orang, yang tak kupedulikan. Biar, biar aku menepis kebiasaan. Di sepanjang dudukan, belasan tubuh terlentang. Menggemeletukkan gigi kedinginan. Barang apa pun dijadikan selimut menutupi badan. Sebagiannya pedagang asongan, atau penumpang yang kemalaman. Lagi, aku sendiri terduduk heran, dirayapi kesadaran yang menguat perlahan.  Kembali melangkah, sekali dua kali ditanya, hendak kemana. Tidak, tak hendak aku beranjak. Segera kucari musholla, sekedar tempat berteduh melepas lelah. Kutemukan di pojok seberang sana, dengan gembira kudatangi. ...

REALISASI PENGEMBANGAN SENI DI UIN MALIKI MALANG, SUDAHKAH?

Sore itu (12/11), kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Para mahasiswa baru yang beranjak pulang Program Khusus Pengembangan Bahasa Arab (PKPBA) tampak berseliweran sepanjang ruas jalan antara Gedung A dan B. Di tengah-tengah kerumunan tampak hal yang tak lazim ditemukan di UIN Maliki Malang. Sebuah pemandangan yang cukup menarik perhatian, dengan adanya sekelompok remaja putra dan putri, sebagiannya tidak mengenakan hijab, berlatih vokal dan tari sembari berlari-lari kecil. Suara teriakan dan beberapa kali tepukan menambah semarak suasana senja. Sementara sebuah bendera biru tua bertuliskan TK2 terpampang megah di sisi mereka. Beberapa penabuh tampak khusyuk melakukan tugasnya. Begitu pula para remaja yang berlatih, tampak begitu memusatkan pikiran pada latihan. Pemandangan ganjil ini jelas mengundang berbagai komentar, terutama dari mahasiswa baru yang tak pernah melihat hal semacam ini sebelumnya. "Negatif. Meskipun begitu, dalam hati saya yakin bahwa mereka bukan mahasisw...

DILEMA

Gambar
Hari ini aku menangis lagi. Tak henti-hentinya kuhapus air mata yang mengalir deras membasahi pipiku. Tragedi itu begitu jelas terbayang. Sebuah pertempuran tak seimbang antara mahasiswa Indonesia melawan aparat negaranya sendiri. Sebuah gerakan menuju revolusi, yang ternyata tak dapat dicapai dengan jalan DAMAI!! Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam batin. Mengapa para pemimpin itu tak kunjung sadar dengan tuntutan rakyat, hingga harus menimbulkan demonstrasi-demonstrasi yang sebenarnya tak perlu. Jika para pemimpin itu mau membuka hatinya sedikit… saja demi kebenaran, semua ini tidak perlu terjadi.  Mengapa para mahasiswa harus begitu garang melawan angkatan bersenjata yang jelas-jelas jauh lebih kuat dari mereka. Mengapa sesama rakyat Indonesia harus berperang? Saling melawan? Inikah arti kemerdekaan yang diperjuangkan dengan hidup mati para pahlawan terdahulu? Hatiku teriris pedih membaca tulisan di sebuah panduk saat tragedi itu berlangsun...