PERMATA
“Cincin baru lagi, Cha?” Pandangan iri jelas terpancar.
“Iya tuh, gak tahu deh Mas Rio, sukanya beli-beli, ngasih-ngasih kayak gini
tiap hari.” Icha mengibaskan ujung jilbabnya yang menjuntai. “Padahal aku sudah
bilang gak usah, tapi tetap aja...”
“Harusnya kamu bersyukur, Cha. Udah untung punya suami romantis
perhatian kayak gitu, malah kamu cuekin setengah mati.” Ina menyeruput kopi
panasnya.
“Lihat suamiku..” Ia mendesah panjang. “Pulangnya selalu malam, jarang ngobrol, pagi ketemu sebentar, eh sudah menghilang lagi. Tiap hari kayak gitu. Emang sih
uang bulanan banyak, tapi kan.. Aku juga pengen disayang-sayang...”
Icha menatap ujung sepatunya. “Mas Rio, luar biasa sih, Na. Tapi kadang, aku
merasa terbebani juga. Aku kan sering gak peka, jadi suka merasa bersalah sama dia..”
“Udahlah, Cha, nikmati saja.. Mumpung masih ada..” Mereka tergelak bersama.
***
“Mas, aku pulang,” Icha menyampirkan tas di atas sofa.
“Ngobrol apa saja, tadi?” Ditatapnya Rio, suaminya.
“Yah... biasa, Mas. Ngobrol ngalor ngidul, ini itu sama Ina. Gak ada yang
istimewa..”
“Hmmm... Ya sudah. Lapar gak? Mas masak udang bakar Jimbaran tadi sepulang
kerja. Kebetulan ada ibu-ibu jualan lewat depan rumah, kasihan kalau tidak dibeli..” Rio
memijat lembut pundaknya. “Makan dulu, sana..”
Icha berdiri. “Mas juga mau?” Rio menganggukkan kepala sambil tersenyum.
***
Lima belas tahun pernikahan. Dua putra kembar buah cinta mereka yang kini sudah bersekolah di luar kota. Selama itu, Icha bagaikan ratu dalam dongeng. Rio adalah
suami yang penyayang, setia, luar biasa. Tak pernah marah bila tak terpaksa.
Sebaliknya, Icha adalah kebalikannya. Ia manja, namun Rio selalu
memakluminya. Mereka pasangan yang penuh cinta. Selalu membuat kagum orang di
sekitar mereka.
-BERSAMBUNG-
Komentar