PETUALANGAN SOREKU


Tahu gak.. Sore ini aku bĂȘte banget.. Ada masalah besar yang menerpaku.. Ya sudah, kuputuskan untuk kembali berpetualang, memetik keajaiban-keajaiban baru yang pasti akan kutemui. Awalnya aku bingung, naik apa ya? Sepeda tidak ada, naik kendaraan sayang uangnya, yah, akhirnya kuputuskan untuk: JALAN KAKI! Sebenarnya sih aku sudah sering kemana-mana on foot, tapi tantangannya kali ini, aku harus:

1. Jalan kaki siang bolong 3 km bolak-balik (jadi total sekitar 6 km), SEN-DI-RI-AN!
2. Sampai di pondok kembali sebelum jam lima, jadi waktu yang kumiliki hanya 2 ½ jam
3. Melewati jalan yang hancur berantakan, becek, dan susaaaahhh.. banget dilewati, terutama kalau jalan kaki.
4. Pake 'rok', hehe.. Habisnya pake celana training, dah biasa.. ^^
5. Mengalahkan rasa takutku yang terbesar: KETINGGIAN! (Yups, aku memang fobia ketinggian) Lebih ekstrim lagi, aku harus menyeberangi rel kereta api yang landing di atas sungai dengan ketinggian belasan meter!
6. Itu baru sebagian yang aku tahu, lainnya.. yah, kita liat aja nanti!

So, bismillah, kumulai langkah dengan semangat membara. Berkaos merah dan rok tadris oranye, kulangkahkan kaki.. kanan-kiri-kanan-kiri, hwahwahwa.. Meski terik mentari berusaha menghalangi, aku tetap gak boleh mundur!

Lima menit pertama, tantanganku adalah larangan orang-orang di warung depan pondok. "Jangan, Mbak.. Jalannya beceeeekk.. banget! Nanti Mbak gak bisa lewat lho.." Sudah gitu, hampir semua orang di warung menertawakan kostumku saat aku lewat. Hhh.. Aku hanya tersenyum kecut. Mereka gak tahu sih, semua itu malah makin melecutkan semangatku untuk melanjutkan perjalanan ini!

Menit-menit selanjutnya, yang kutemui benar-benar ekstrem. Jalan luar biasa becek dan penuh lumpur coklat kehitaman yang langsung mengotori rokku, plus genangan air kotor di setiap sisi jalan, jelas menyulitkan langkahku. Belum lagi kalau berpapasan dengan kendaraan yang lewat, mau tak mau aku harus mengalah. Berhenti dan meminggirkan badanku sejauh mungkin, kalau tidak mau kecipratan lumpur dari bannya. Jalan di rerumputan di sisi jalan bisa jadi pilihan sih, dengan resiko terpeleset atau adanya hewan-hewan 'unik' entah apa yang setia menanti.


Mula-mula aku terlonjak kaget karena munculnya kadal di sela-sela jariku, belum lagi hewan-gak-tau-apa-namanya yang melompat-lompat di sekitar kaki. Tapi itu semua belum apa-apa dibanding hewan yang merayap setengah meter di depanku. Ular! Yap, betul, hewan paling menyeramkan versiku itu dengan 'cool-nya' melintas di sampingku. Langsung saja aku meminggirkan kaki, ups! Genangan air pekat langsung menyiram kakiku hingga pergelangan. 

Fyuuhh.. Kali ini telak, dan tak terelakkan.. Rokku pun dihiasi bulatan-bulatan kecil noda tanah. Setelah berkutat dengan air comberan di got pinggir sawah (air mengalir cuma ada di situ ^_^), aku kembali melanjutkan perjalanan. Bagaimana lagi, mau kembali sayang, soalnya sudah cukup jauh jarak terlewati. Akhirnya, tarik napas, perbarui niat, dan.. siap lanjut!

Selanjutnya tak lebih mudah, namun aku sudah siap mental buat menghadapinya. Setidaknya, tak ada ular yang muncul tiba-tiba lagi, jadi aku sedikit bisa bernapas lega. Eeehh, beberapa meter di depanku, ada seorang bapak setengah baya sibuk memanggul karung penuh di pundaknya sambil mengarahkan kambing-kambing dengan kakinya. Subhanallah.. Aku berdecak kagum melihat ketelatenan bapak itu. Segera saja kudekati dan kuajak ngobrol sejenak.

"Pak, apa tidak susah memanggul karung sambil menggembala kambing?"
Beliau menggeleng. "Enggak, Non. Sudah biasa.."
"Oh.. Sudah berapa tahun, Pak, kerja begini?"
"Sudah lama sekali, Non.. Sejak saya masih muda.." Aku mengangguk-anggukkan kepala. "Ehm.. Boleh minta fotonya gak, Pak? Buat kenang-kenangan," tawarku sambil tersenyum manis.
"Oh, iya-iya Non.. Silahkan.." Si bapak tampak senang. Segera saja kusiapkan kamera, dan.. Action! Ba B

Setelah berhasil mengabadikan pak penggembala kambing, aku terus melanjutkan perjalanan. Aku optimis, selanjutnya pasti ada lebih beragam lagi orang yang akan kutemui. Langkah demi langkah, aku mulai bisa membiasakan diri dengan rok dan jalanan becek. Bahkan, kadang aku sengaja bermain air dan lumpur gitu deh (jangan ditiru, hehe..).

Belum habis kegilaanku, ternyata ada lagi halangan super-duper sulit bagi seorang Icha yang lagi pakai rok! Guess what? Ada tumpukan batu setinggi paha menghalangi jalan, sedang di sampingnya penuh lumpur basah yang kalau kulewati sudah pasti akan merubah warna rokku dalam sekejap.

Melalui pertimbangan singkat, aku pun tanpa ragu-ragu mengangkat kaki, memanjat bukit dadakan itu! Huuupp.. hiyyaaaa… Setelah berusaha mempertahankan keseimbangan mati-matian, aku berhasil juga melewati rintangan selanjutnya dan sampai ke seberang dengan sukses sentosa tak kurang suatu apa. *_*

Hufffh, aku makin tak sabar menanti halangan apa yang menghadang selanjutnya! Nah, setelah sekiloan berjalan, Alhamdulillah jalan yang kulewati mulai membaik. Genangan air makin berkurang, dan jalan bersih agak melebar. Aku tak perlu lagi mengangkat-angkat rokku. Tanganku kini bebas melambai-lambai kanan-kiri, yuhuuu.. Tapi ya tetap saja terkadang aku harus pandai-pandai menyiasati saat berpapasan dengan kendaraan lain yang lewat. Malah kadang baik aku maupun si pengendara sama-sama berhenti kebingungan, mempersilahkan yang lain untuk maju duluan.

Hmm.. sepanjang perjalanan, tak kupungkiri rasa lelah terkadang menerpa. Tapi, bila ingat tujuan akhir, aku jadi semangat lagi. Pokoknya aku harus buktikan, aku bisa melewati tantangan ini dan menembus rekor sebagai orang yang pertama kali berjalan sendirian sejauh 3 km tanpa teman.

Kalau ada yang bertanya, buat apa sih semua ini? Jawabanku hanya satu, aku tuh orang yang selalu butuh tantangan, dan cinta petualangan. Apalagi kalau ini bisa menambah pengalamanku, kenapa tidak?

Hohoho, jangan kira, dengan melakukan petualangan sore ini saja, sudah banyak orang mempertanyakan dan bahkan mencoba melarangku. Tapi, aku tetap melangkah maju dengan semangat empat-lima, pantang munduuurrr! Sepanjang tidak melanggar syariat dan juga tidak merugikan orang lain, aku takkan semudah itu dihentikan. Huhuy..

Oh ya, ada satu hal yang sangat berkesan. Sepanjang perjalanan, beberapa kali aku bertemu dengan para petani, penggembala kambing, juga penyerut kayu. Dan hampir semuanya sudah berusia lanjut! Bila ditanya sejak kapan bekerja, rata-rata menjawab sejak muda.. Subhanallah, perjuangan beliau-beliau itu patut ditiru. Meski sudah sepuh, tetap tak mau berpangku tangan. Usia dan badan yang melemah sama sekali tak mengurangi tekad mereka untuk bekerja. Lalu bagaimana dengan kita yang masih muda? Relakah kita duduk diam tanpa berbuat apa-apa..

Tapi teman-teman, tetap saja tantanganku yang terberat datang dari fobia ketinggianku yang sudah mengurat akar. Apa pasal? Ternyata aku bukan hanya melewati sebuah rel kereta api yang landing di atas sungai, tapi 3 rel kereta api berbeda, yang landing di atas tempat yang berbeda pula! Yang pertama, seperti sudah kuperkirakan, dibangun di atas rel dengan ketinggian belasan meter di atas sungai. Ini tak terlampau sulit, karena aku sudah pernah melewati yang serupa sebelumnya, meski harus dengan 'merangkak' macam bayi dan hati yang bergemuruh ketakutan. Dan saat ini?? Rel kedua dan ketiga bahkan tak pernah terlintas dalam pikiranku!!

Namun sekarang kucoba berjalan di atas kedua kakiku sambil membayangkan hal-hal apa saja yang indah dan menyenangkan. Pokoknya aku harus bisa melewatinya!

Fyuuuhh.. Setelah berjuang keras mengatasi kegemetaranku, tiga rel berhasil kulewati! Tentu saja sama sekali tak mudah.

Rel pertama, aku melangkah setapak demi setapak. Seluruh tubuhku, mulai ujung kepala hingga telapak kakiku gemetar. Kakiku seolah mati rasa. Jantungku berdegup bertalu-talu, seakan menolak apa yang akan kulakukan. Bayangan berita-berita kriminal yang pernah kudengar maupun kusaksikan berputar-putar bagai gasing di kepalaku. Tentang orang yang tewas mengenaskan karena jatuh dari jembatan lah, tertabrak kereta api-lah, pokoknya aku tak bisa menghilangkan ketakutanku. Yang bisa kulakukan hanya terus berusaha menapakkan kaki, selangkah.. selangkah..

Di tengah rel, aku menghentikan langkah. Tak sengaja, kulihat pantulan sungai di kanan-kiri rel. Wuuiihhh… Aku langsung menutup mata. Walhasil, badanku rasanya oleng kesana-kemari! Aduh! Aku belum siap mati sekarang, cepat-cepat kubuka mata . Tak kupedulikan batinku yang meronta, egoku terus memaksa maju. Yakk.. tiga langkah lagi, dua.. satu.. yeaahhhh!!! Okeee!!! Wuinnggg!! Aku berhasil!! Rasanya ingin teriak-teriak sekuat mungkin, tapi begitu kulihat bapak penggembala kambing beberapa meter di depanku, aku langsung berubah pikiran. Kujatuhkan tubuhku ke atas rumput tebal. Alhamdulillah.. Aku berhasil mengalahkan rasa takut terbesarku kali ini.. Saat itu aku belum tahu kalau semua ini baru permulaan.. Masih ada dua rel dengan kondisi yang berbeda menanti di depan.

Rel kedua, aku tercengang sampai tak mampu bicara apa-apa. Ada lagi?? Haa??? Yang benar aja? Berapa rel sih yang menghadang?? Tunggu sebentar, sepertinya harus dijelaskan di sini, jalur relnya sih memang cuma ada satu, tapi yang terhampar di atas sungai atau ketinggianlah yang kumaksud disini. Nah, rel kedua ini, ternyata jauh lebih mengerikan dari yang pertama! Terletak di ketinggian belasan meter (sama), dan jauh di bawah sana bukan lagi sungai yang mengalir pelan, tapi jurang!! Yak, tepat sekali, jurang yang menganga.. Kenapa aku bilang jurang, soalnya ceruk di bawah sama sekali tak berair. Berbeda dengan rel pertama, kemungkinan terburuk paling jatuh ke sungai dan terbawa arus. Kalau ini? Wah, aku ga berani membayangkan.

Namun berbekal pengalaman pertama, aku memantapkan diri melangkah. Satu.. dua.. ternyata lebih mudah. Mungkin karena aku sudah berhasil tadi, jadi aku lebih bisa menguasai diri sekarang. Akhirnya, yups.. Aku bisa melewatinya dengan mulus. Dalam hati aku bertanya-tanya apakah siksaan rel kereta api telah berakhir.

Ternyata tidak, saudara-saudara. Rel ketiga masih menghadang dengan gagahnya. Namun sayang sekali, rel ini tidak segagah penampilannya. Tahukah, rel ini bahkan pinggirannya sperti telah keropos!! Saat akan kulangkahkan kaki, ups! Beberapa batu berderak, besi-besinya pun seakan tak kuat menanggung beban berat tubuhku! Waa.. Gimana nih? Tapi apapun yang terjadi, aku harus terus maju. Bismillah.. Kutapakkan kaki satu persatu, hingga.. yuhuuu.. aku sampai di seberang! Nah, setelah ini yang kulihat hanyalah rel mulus yang tiduran di atas tanah datar. Hhh.. Rupanya tantangan terbesar telah terlewati. Sekarang, tinggal jalan lurus menuju kota.

Yah, singkat cerita, sampai juga aku ke tujuan dengan selamat sentosa dan tak terlambat saat kembali pulang. Waktu 2 setengah jam juga berhasil kupergunakan sebaik-baiknya. Alhamdulillah. Di sisa perjalanan, aku mencoba mengingat-ingat pelajaran apa saja yang telah kudapatkan hari ini. Kesimpulannya: 

1. Saat ada masalah, cobalah tuk berpikir dari berbagai sisi, hingga masalah itu takkan menyempitkan hati kita. Selalu ada solusi bagi setiap problem. Yakini itu..
2. Apa yang kita pikir tidak mungkin kita lakukan, ternyata akan menjadi mudah saat kita mencobanya!
3. Jangan pernah terkungkung dengan paradigma yang merendahkan diri kita, percayalah! Masing-masing kita adalah orang yang luar biasa!
4. Ketika gagal, jangan sekali-kali menyerah. Tengoklah kegagalan itu, evaluasilah, dan coba lagi! Keberhasilan akan kita raih!!
4. Bila kesedihan menderamu, lakukanlah suatu hal yang berbeda dari rutinitasmu, dan.. rasakan sensasinya!! ^_^

Komentar

heelmayani mengatakan…
wah...ceritana asyik...konyol...luthu...
mang tujuannya kmana sih b'???kok perjalananny menantang banged...
Aisyah El Zahra mengatakan…
haha..itu..biasa, I was bored di mahad jadi petualang gitu deh.. tujuannya sih.. kemana ya, ya nyari rute baru aja..haha..boleh dicoba! ^^

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)