PRAGMATIS
Ke Swalayan ‘Sardo’ bareng Chipy.. Belanja keperluan, nge-net bentar.. Mau tes kesehatan dll, kok ya antri banget ya.. Besok saja lah! Oh iya, jadi ingat kemarin pas validasi, kakak.. eh.. bapak-bapak jurusan, mengejek aku dan Chipy!
Bapak 1: Ijazahnya mana?
Aku: Kan pake surat
pernyataan, Pak..
Bapak 2: Tuh kan, lagi-lagi
kayak gini nih! Jurusan apa kamu?
Chipy: BSA, Pak.
Bapak 3: Pasti, anak
pondok kalo gak ngambil BSI, BSA, PBA.. Betul kan, lulusan pondok kamu?
Chipy: (Ngangguk tak
berdaya)
Bapak 2: Iya.. yang
ijazahnya bermasalah itu, kan! Kalo kamu, jurusan apa?
Aku: PBA, Pak.
Bapak 3: Oh, dasar
pragmatis!
Chipy: (mendongak
kaget!)
Bapak 3: Maunya jadi
guru saja, PBA ini.. Pengen gampangnya saja!
Bapak 2: Iya, beda sama
BSA, bisa semuanya..
Aku: Loh! Saya mau jadi dosen kok, Pak.. Saya pengen menguasai Bahasa Arab juga..
Bapak 1,2,3: (cuek)
Aku dan Chipy: (menggeram
sebal)
Bapak 2: Ya sudah,
kembali sana!
Aku dan Chipy: (berdiri
secepat mungkin, tak sedikit pun menoleh ke belakang)
Begitu keluar dari ruangan, aku dan Chipy saling pandang. "Apa-apaan tadi itu?" gumam Chipy dengan wajah masih merah padam. Aku menghela napas panjang. "Entahlah. Kenapa mereka bisa segitunya, ya?" Chipy mengangkat bahu, masih kesal. "Seolah pilihan jurusan kita itu rendah dan pragmatis. Padahal, toh, tiap orang punya jalan masing-masing, kan?" Aku mengangguk. "Iya. Dan mereka juga gak paham alasan kita sebenarnya. Kenapa sih orang-orang suka nge-judge tanpa tahu cerita di baliknya?"
Begitulah ceritaku dan Chipy menghadapi tiga bapak petugas pendaftaran di kampus kemarin. Hhhh... Menguji kesabaran pokoknya,
Komentar