SISTEM

Aku hidup di dunia yang dikuasai paham ras, sistem sosial, dan gender. Ras kasarannya warna kulit dan atau bahasa, sistem sosial bisa dibilang tingkat ketebalan kantong atau rekening bank, dan gender awalnya adalah benda apa yang terletak di bawah pusar dan sekitarnya, namun berkembang menjadi “siapa” harus berbuat “apa”. Sungguh membingungkan.

Berdasarkan pengamatanku selama hidup, urutan sistem sosial dari yang paling tinggi:

1. PEMILIK MODAL, MILYADER, DAN PENGUASAHA KELAS SATU. Semua menghormati golongan ini. Mereka bahkan rela tunduk, berlutut, ataupun bersujud demi memohon sesuatu pada mereka. Mereka bagaikan tangan langsung Tuhan, dalam hal uang dan kekuasaan di dunia.

2. NEGARAWAN, MENTERI, PRESIDEN, DUTA BESAR. Menempati posisi terhormat, amat terhormat di dunia ini, meski sesungguhnya tidak seberkuasa golongan pertama. Mereka terkenal, banyak bicara, tapi tidak membawa terlalu banyak perubahan bagi dunia.

3. AKADEMISI, PROFESOR, DOKTOR, DOSEN. Dianggap golongan yang penting, sebab memiliki pengetahuan mumpuni akan suatu hal tertentu.

4. PEGAWAI MENENGAH, PNS, TNI, POLRI. Adalah golongan yang bagi orang kebanyakan, menjadi tujuan hidup utama mereka di dunia. Sebab golongan ini dapat dicapai meski tidak terlalu berkuasa, atau tidak terlalu cerdas, seperti golongan sebelumnya. Golongan ini mempunyai pemasukan tetap, dapat diandalkan, dan mendapat pensiun secara terhormat.

5. PENGUSAHA KECIL MENENGAH, PETANI. Agak disepelekan dalam golongan sistem sosial, namun tidak separah golongan setelahnya. Bekerja dengan usaha dan keringat sendiri, untuk diri sendiri, golongan ini berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Biasanya, pemasukannya tidak tetap, namun cukup.

6. BURUH, KARYAWAN RENDAHAN, KULI, TUKANG BECAK. Ini dia golongan yang selalu dipandang sebelah mata, bahkan tidak dilihat kalau bisa. Dianggap tidak berguna bagi negara, dan amat sering disepelekan. Golongan ini juga sering diperlakukan tidak adil, dan pada beberapa kesempatan, mereka menjadi kambing hitam bagi golongan lainnya.


Selain keenam golongan di atas, ada juga manusia tanpa status sosial: “PENGANGGURAN”, termasuk di antaranya: MAHASISWA dengan dukungan penuh dari orang tua. Ia tidak kaya, tapi juga tidak miskin. Punya penghasilan tetap, tapi sebenarnya tidak punya pemasukan pribadi. Hidupnya terjamin, asalkan mampu berkomunikasi dengan baik kepada para orang tua. Sungguh jenis manusia yang hidup dengan amat nyaman, tapi sering tidak tahu diri. Sayang sekali.

Selanjutnya, gender. Laki-laki, perempuan, banci. Aku tak tahu banci mendapat bagian sendiri atau tidak. Yang jelas, seseorang yang memiliki banyak ciri-ciri “laki-laki”, harus bersikap seperti seorang laki-laki. Kuat, tegas, pemberani, dan lain-lain. Sedang “perempuan”, harus letih, lemah, gemulai, dan lain-lain. Maaf kalau terkesan sinis, ini berdasarkan pengalaman seperempat abad hidupku di dunia. Golongan yang terang-terangan memberontak pembagian ini, dikategorikan sebagai banci. Meski sekarang pembagian ini makin meluas, dengan adanya setengah banci, seperempat banci, dan lain-lain. Entahlah. Dunia makin bikin pusing saja.

Last but not least, ­ras. Terdiri dari berbagai spektrum warna. Kulit putih, kulit bening, kulit kuning, kulit cerah, kulit coklat, kulit sawo matang, kulit kotor, kulit gelap, kulit hitam, dan berbagai jenis kulit lain. Sebenarnya kalau mau lebih detail lagi, kita bisa membagi bagian-bagian tubuh ke dalam jenis-jenis ras. Seperti besarnya mata, panjangnya hidung, tingginya badan, dan lain-lain. Tapi, sudahlah. Kita lewatkan saja.

Sejak kecil, tanpa kusadari tujuan hidupku kerap kali adalah memberontak sistem. Aku suka tampil beda. Aku berani melawan semua perintah. Semakin dewasa, aku makin membenci berbagai kungkungan kelas sosial yang kurasa makin mengikat. Aku ingin menghapuskan semua sistem buatan tangan-tangan berkuasa manusia itu. Namun, untuk saat ini, aku hanya bisa menolak sistem, belum memberangusnya. Meski dihina. Meski dipandang gila. Sebab aku bukan siapa-siapa. Belum jadi siapa-siapa.

Aku ingin masuk dan merasakan berada di seluruh kelas sosial. Pengangguran, buruh, pengusaha kecil, pegawai, akademisi, sampai milyader. Ya. Suatu saat nanti, saat telah merasakan semua kelas sosial, saat diriku telah kaya akan pengalaman, akan kuhapus sistem itu. Stereotip itu. Dimulai dari lingkungan terdekatku. Lalu akan kutentukan sendiri kelas sosialku. Sebab aku adalah mereka semua. Sebab aku sudah merasakan itu semua.

Komentar

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)