JEJAK MIMPI (BAGIAN 1 - KERETA MATARMAJA MALANG-JAKARTA)
13 Januari 2015. Hujan lebat sore itu. Petugas
mengepel kereta berulang kali. Aku duduk di bangku 2B, gerbong 4, tepat di
samping kamar mandi. Bukan tempat yang strategis, sebenarnya, namun cukup
nyaman untuk merenung. Kursi di depan dan sampingku kosong. Akhirnya kuputuskan
untuk menjadi “pengamat kereta” dadakan.
Suasana hening. Satu-satunya pengisi kesunyian
itu adalah bangku belakangku yang berisi sekitar setengah lusin anak Jakarta
yang baru berlibur di Malang.
Anak Jakarta. Logatnya beda. Cara bicara dan
bersikapnya juga. Artikulasi tidak jelas, dengan suara berat. Bicara dengan
tempo super cepat lengkap dengan kosakata khas Jakarta. Mereka bersuara keras,
cuek terhadap lingkungan sekitar, dan cenderung ingin menjadi pusat perhatian.
Seolah menegaskan, ‘Kami anak Jakarta!’
Sangat berbeda dengan bangku sebelahnya yang
sepertinya berisi anak daerah “Timur”. Tadi, sebelum rombongan anak Jakarta
datang, mereka cukup ramai. Namun, begitu anak Jakarta memulai obrolan, mereka
serempak terdiam. Kalah aura, sepertinya.
Di sini, aku belajar “etika dan cara bersikap”
di perjalanan.
***
Aku
tertidur berjam-jam. Saat bangun, kursi di sebelahku sudah terisi penuh. Dua
lelaki dan seorang perempuan. Semua tertidur. Sudah tengah malam rupanya...
Sepanjang perjalanan, kami bergantian tertidur
dan terbangun. Anehnya, kami tak sekalipun bertukar kata. Saling terdiam namun
kami bergantian memberikan space yang tersisa, untuk membuat satu sama lain
lebih nyaman.
Di sini, aku belajar “perhatian kepada
sesama”.
Komentar