JEJAK MIMPI (BAGIAN 3 : KESAN PERTAMA SINGAPURA)


Ada beberapa hal yang kucatat saat berada di sana. Saat di MRT Bandara Changi yang bertolak ke pusat kota, semua petunjuk yang disampaikan terdiri 4 bahasa: Bahasa Inggris, Melayu, China, dan India. Kusadari bahwa tidak ada bahasa persatuan di sini. Di setiap distrik yang berkaitan, bahasa itulah yang digunakan. Sangat berbeda dengan negaraku tercinta, Indonesia, di mana Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dari Sabang sampai Merauke selalu dapat digunakan. Oke, di pedesaan atau kampung terpencil mungkin tidak, tapi fungsi Bahasa benar-benar terasa dalam setiap lini kehidupan. Rasa kepemilikan negara juga sangat berbeda. Di Singapura, negara terbagi menjadi distrik-distrik yang mewakili warganya, sekaligus bahasanya. Little India untuk warga India, Chinese Town untuk warga Tionghoa, dan seterusnya.

Selain itu, yang kuperhatikan sejauh ini, mayoritas warga Singapura adalah suku Tionghoa, meskipun di MRT ada juga orang India, Afrika, Melayu, dan turis-turis dari negara-negara lain.

Sekitar pukul 18.00, aku beranjak menuju Little India. Kuperhatikan pohon masih cukup banyak di sepanjang jalan, udara pun segar, tidak penuh polusi seperti biasanya kota-kota besar di Indonesia. 

Enaknya lagi, MRT bekerja hampir 24 jam, dan sangat cepat. Itulah mengapa, hal yang kulakukan pertama kali di Bandara Changi adalah membeli Ezlink Card, seharga seratus ribuan (14 SGD). Kartu ini bisa digunakan untuk MRT, bis, bubble jet, juga sudah dilengkapi nominal awal sehingga kuperkirakan cukup untuk perjalananku keliling Singapura.

Dan, ada satu hal yang menurutku unik. Ruas kiri bagi warga Singapura adalah jalur lambat, dan ruas kanan adalah jalur cepat. Sama dengan Indonesia sebenarnya. Bedanya, di Singapura, peraturan ini juga berlaku dimana pun, terutama eskalator. Awalnya cukup sulit mengikutinya, hingga sering berdiri diam di ruas kanan padahal itu jalur cepat. Tapi setelah beberapa kali trial and error, mulai terbiasa juga. Hehehe, maklum newbie.

Dari pengamatanku juga, warga Singapura secara garis besar: (1) Sangat menjaga privasi; (2) Tidak kepo akan urusan orang lain; (3) Tertib secara umum, meskipun ada juga satu dua orang yang membuang sampah sembarangan dan melanggar rambu lalu lintas, (4) Karena terdiri dari berbagai suku, maka wajar bila di MRT ada berbagai macam orang yang berbeda adat dan budaya, meski semuanya penduduk Singapura.

Di hari pertamaku ini, aku belajar “adaptasi”.

Komentar

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)