JEJAK MIMPI (BAGIAN 4: LITTLE INDIA, SINGAPURA)
Di akhir hari pertama, aku menuju Little India
untuk makan malam dan menghabiskan hari.
Menurut pengamatanku, Little India itu dihuni
mayoritas (kalau tidak semuanya), oleh orang India, rasanya seperti ada di
India sungguhan. Bahkan waktu aku tiba, ada festival “Pongal” khas India yang
sedang digelar. Mereka membagikan Pongal, semacam tebu khas, dan air mineral
gratis kepada semua orang yang lewat.
Tepat di seberang stasiun MRT (belakang Tekka
Centre), ada semacam pujasera, tempat makanan-makan khas India dijual. Rasanya
semua orang makan di sini. Selalu ramai oleh pembeli, harga murah, dan rasa
yang enak membuatku tak pernah absen makanan di sini. Lagipula, hanya di sini
aku bisa membeli makan tiap hari tanpa menguras kantong :D harga satu porsi
Paratha/ Prata di sini sekitar SGD 0,5 – 2 (SGD 1 = 8000-10.000 rupiah). Cukup
murah, bukan?
Selanjutnya, aku memutuskan untuk mencari
masjid terdekat. Aku masih bingung sih, dengan jadwal salat karena perbedaan
waktu di Singapura dan Indonesia, makanya aku harus secepatnya mencari tahu
jadwal salat.
Setelah keliling beberapa kali (enggak terlalu
jauh sih, karena satu distrik di Singapura jauh lebih kecil dibanding satu
daerah di Jawa, kurang lebih hanya seukuran satu gang besar di kotaku, malah),
aku menemukan Masjid ‘Abdul Ghafur. Masjid ini cukup besar dan bersih, lengkap
dengan ruang ganti dan air minum gratis. Buka dari pukul 4 atau 5 pagi sampai
10.30 malam, masjid ini satu-satunya masjid yang kutemui di Little India. Aku
membersihkan badan di sini, merebahkan badan sejenak, dan mengisi botol minum
yang kosong. Sungguh nikmatnya tak terkira.
Di sini aku belajar “syukur”.
***
Tengah malamnya, aku menuju Mustofa Centre
yang buka 24 jam. Mustofa Centre adalah pusat perbelanjaan di Little India,
yang cukup lengkap dan terjangkau. Awalnya kukira aku akan masuk dengan
menitipkan tas ranselku yang mulai membebani punggungku, ternyata tasku hanya
ditali mati, dan dipersilahkan untuk kubawa masuk. Hufftt... Sepertnya aku
harus melatih kekuatan pundak dan punggungku sedikit lagi.
Karena memang tidak ada budget berlebih untuk
oleh-oleh, aku hanya membeli hal-hal yang menarik perhatianku. Lain kali aku
bisa ke sini lagi, Insya Allah, pikirku saat itu. Mencari tempat untuk
memarkirkan badan dan barang lebih penting sepertinya.
Setelah puas melihat-lihat dan berkeliling,
aku kembali memutari Little India untuk parkir. Aku memang tidak menyewa hotel
malam ini, karena budgetku yang super tipis. Untung saja, aku menemukan taman
yang bisa bisa digunakan untuk menginap malam ini, sebab terdapat bangku cukup
panjang, lingkungannya ramai, dan dekat kantor polisi. Kubuang semua
ketakutanku, kuletakkan tas dan kucari posisi yang pas untuk beristirahat. Tak
lupa kupanjatkan doa, mohon perlindungan pada-Nya.
Di sini, aku belajar “pasrah”.
***
Pukul 4 pagi, aku terbangun, ‘saatnya pindah,’
pikirku. Aku membereskan barangku, dan tentu bersyukur pada Allah SWT atas
perlindungannya, dan kesempatan yang telah Ia berikan sehingga aku bisa tidur
dengan tenang meski hanya beberapa jam saja.
Aku kembali menyusuri jalan di keheningan
malam Little India. Kulihat bar di kiri kanan jalan yang tak terlihat semalam.
Bar di sini tidak buka 24 jam, dan ada petunjuk di sepanjang jalan, bahwa mabuk
di luaran dilarang. Aku sedikit kedinginan, namun harus kutahan. Sedikit lagi.
Beberapa menit kemudian, aku sampai di masjid
semalam. Aku beristirahat sejenak, membersihkan diri, dan menyiapkan
keperluanku hari itu. Pukul 6 pagi, mentari pagi menyingsing. Aku siap memulai
petualangan baru hari ini!
Saat inilah, aku belajar “semangat juang”.
Komentar