KALIMANTAN
Perjalanan dari satu kota ke kota lain di Kalimantan bagaikan sebuah petualangan
tanpa henti. Naik dan turun gunung, melewati lembah dan hutan. Hebatnya, jalan
raya yang dilewati amat mulus dan rata.
Tetapi, ada satu hal yang membuatku sedih. Sepanjang perjalanan,
kulihat pembabatan hutan besar-besaran. Pembangunan ruko dan gedung-gedung
membuat suasana tak berbeda jauh dengan Jawa. Menyedihkan sebenarnya, sebab awalnya
aku kira pergi ke Kalimantan seperti pergi ke tengah hutan yang “benar-benar
hutan”. Ternyata, yah, meskipun belum separah di Jawa, tetapi tanah gundul dan
pohon tumbang adalah dua pemandangan biasa di sini.
Aku pernah membaca, bahwa Kalimantan adalah jantung dunia. Bila
beberapa tahun lagi hutan Kalimantan dibabat habis, berganti dengan gedung dan
bangunan, apakah dunia kita akan tetap sama?
***
Hari selanjutnya aku mengunjungi Sungai Mahakam. Meskipun sebelumnya
aku telah melewati sungai ini, tetapi
benar-benar duduk dan menikmatinya dari dekat sangat berbeda. Sungai ini
besar, sangat besar (atau lebih tepatnya panjang?) dan indah. Terkadang sungai
ini tenang, namun kemudian, saat ada perahu melintas, wushhhh.... cipratan air
menyibak keras.
Di beberapa bagian, sungai ini amat kotor, dan penuh dengan sampah.
Airnya keruh kecoklatan sewarna lumpur pekat, meski tak tercium bau busuk
darinya. Cukup menyedihkan.
Aku sangat beruntung pernah duduk di salah satu dermaganya, hari itu. Duduk
diam dan merenung, memikirkan tentang berbagai permasalahan di dunia. Entah
kenapa dan bagaimana, segalanya tampak jelas dan mudah, saat menatap air dan
merasakan guncangannya seiring debur ombak. Sungguh suatu kesempatan yang sulit
untuk dijabarkan dengan kata-kata.
Rasanya bila aku membawa buku dan alat tulisku kesana, aku akan bisa
membuat berjuta cerita, hanya dengan duduk diam di sana.
***
Belum lagi bicara soal mataharinya. Benar-benar berbeda. Lebih putih,
terang, dan cerah. Seolah tak setitik awanpun menutupinya. Aku sangat menikmati
matahari Kalimantan, asal tak berada seharian di bawahnya pada siang hari,
tentu saja.
***
Anak-anak Kalimantan sangat suka jajan. Di rumah yang aku tinggali,
terdapat toko kelontong yang menjual aneka kebutuhan pokok dan makanan ringan.
Setiap hari selama seminggu, meski hujan atau panas, toko selalu ramai pembeli.
Anak-anak itu datang baik sebelum dan sesudah sekolah. Baik siang ataupun
malam. Pantas wirausaha merupakan hal yang sangat menguntungkan disana.
***
Aku datang kesana tepat pada malam tahun baru 2015. Di Jawa, tepatnya
di daerahku, hampir tak ada perayaan apapun. Bisa dibilang hanya segelintir
orang, biasanya anak muda, yang menghabiskan malam menanti detik-detik
penghitungan tahun baru dengan terompet dan kembang api. Itupun hanya di tengah
kota saja. Namun di Kalimantan, bahkan pelosok desa pun amat menghayati
perayaan ini. Bukan berarti aku setuju. Hanya... tradisi ini unik. Hal yang tak
kujumpai sebelumnya.
Semua orang berkumpul. Ibu-ibu membagi tugas memasak. Ada yang membuat
sambal, menggoreng tempe, dan lainnya. Bapak-bapak menyiapkan panggung dan
terop. Semua bahu membahu membuat sebuah perayaan akbar.
Setelah Isya, semua menuju tempat perayaan. Tak heran jalan utama selalu
macet. Di sekitar Sungai Mahakam yang amat luas, kursi-kursi sudah disiapkan
sejak pagi. Jika ingin menonton di tepinya, harus datang sebelum matahari
terbenam, jika tak mau terjebak macet. Jalan kaki bisa jadi pilihan yang patut
dipertimbangkan bila kebetulan terlambat datang.
Di perumahan atau pedesaan, masyarakat berkumpul di tenda yang telah
disiapkan. Lagu-lagu diputar, layaknya pesta pernikahan. Semua bersuka ria.
Tepat sebelum tengah malam, kembang api aneka rupa dan ukuran dilepas.
Aku tak mendengar hitungan mundur di daerahku. Mungkin karena hujan lebat.
Meski hal itupun tak menghentikan apapun. Semua berjalan seperti seharusnya.
Kertas dibakar. Api dinyalakan.
***
Sebelum pulang, aku menyempatkan diri menuju Islamic Center Samarinda.
Bangunan ini besar, luas, dan bersih. Tamannya indah. Suasana cukup sejuk,
mengingat matahari mengeluarkan seluruh dayanya disana.
Sayangnya, aku tak dapat kesempatan untuk naik ke menara. Bisa jadi
karena saat itu bukan hari libur. Yang kutemui hanya tangga yang penuh debu.
Akan kucoba lain kali. Ya, aku pasti akan kesini lagi.
Komentar