PBA

Aku bukan orang yang mudah bergaul. Bisa dibilang, aku amat pemilih. Bila merasa nyaman, aku akan bersikap baik. Namun jika tidak, maka... biasanya aku berubah jadi sosok yang tak terbayangkan.
Aku menyadari betul kekuranganku itu. Maka, aku tak mudah berteman. Orang yang baru kukenal memang akan kusapa. Namun, hanya itu. Sisanya adalah topeng. Jadi, tergantung topeng mana yang sedang kugunakan saat itu, seperti itulah orang tersebut akan mengenalku.
Uniknya, aku nyaman di PBA 2010. Begitu aku bergabung, seketika aku memutuskan untuk mengenakan topeng ceria, cerdas, dan bertanggung jawab. Aku juga menjadi seorang yang penuh percaya diri. Selalu maju tanpa diminta, menguarkan aura mahasiswa baru yang luar biasa.
Maka jadilah aku terpilih sebagai ketua angkatan PBA 2010 bersama Roy, seorang berjiwa aktivis murni tanpa rekayasa, penuh dengan idealisme membara yang membuat siapapun di sekitarnya terpesona.
Kami berdua masih muda, dibalut dengan cita-cita tiada tara. Kami punya mimpi-mimpi. Tak peduli apa yang dikatakan dunia ini.
Tapi ini bukan dongeng balita yang tak bernoda, dan selalu berakhir bahagia. Ini adalah realita, yang tak hanya hitam dan putih saja.
Aku dan Roy masuk ke dunia abu-abu, dunia baru yang amat menggodaku. Tempat yang memberi semua orang pilihan lain dari yang selalu mereka dengar dari orang tua mereka. Dunia tanpa batas. Tempat semua bisa memilih segala.
Di sinilah kami berpisah. Aku dengan pemikiranku, dan Roy dengan idealismenya. Kami tak lagi sama, bahkan tak lagi bersua. Dunia kami kini terlalu jauh berbeda.
Hingga suatu saat, dalam rentang yang cukup lama, kami bertemu. Dengan status yang berbeda. Dengan pandangan yang tak sama.
Suasana canggung. Aku tak lagi kenal dia. Sungguh Roy yang berbeda, tanpa mimpi-mimpinya. Aku bagai melihat singa dalam kandang di sebuah istana. Mengaum tapi tak berdaya. Aku bertanya-tanya. Kemanakah ia? Hilangkah?
Maka kusapa ia. Dan kucari keberadaannya. Apakah masih ada?
Tak lama, Roy yang kuketahui kembali. Ternyata ia masih ada di sana. Di sana. Di suatu tempat dalam dirinya. Hanya tersesat saja. Aku lega.
Lalu suatu ketika. Roy berkata. Ayo kita buat cerita-cerita. Aku ternganga. Inilah Roy yang kukenal dulunya.
Maka hadirlah kini, serampai kisah ini. Kisah yang merupakan rangkaian kehidupan kami selama di universitas pilihan kami. Kisah yang merupakan ketulusan hati kami, yang kami tulis sembari meringis dan menangis. Sambil tertawa dan bernostalgia. Selamat membaca.

NB: Sudah buat kata pembuka untuk buku PBA, tapi tidak jadi terbit ternyata. Sedihnya... Semoga suatu saat bisa diabadikan dalam lembaran. Amin... Semangat PBA Awesome Grade 2010. Mari suatu saat bertemu dan berbahagia lagi bersama!

Komentar

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)