SEPEDA
Aku suka naik sepeda dari dulu. Habisnya seru. Tidak usah capek capek, bisa
kemana-mana. Sekalian olahraga juga. Jadi, selain jalan-jalan dan menulis, naik
sepeda itu hobiku nomor tiga.
Tapi, sejak sekolah di luar kota, aku tidak bisa lagi naik sepeda. Selain
tidak ada di sana, aku juga jadi lebih
biasa jalan kaki saat pergi-pergi. Sampai sepuluh tahun kemudian, aku cuma
bersepeda saat pulang ke rumah. Entah, kenapa tidak terpikir untuk beli sepeda
saat kuliah. Kupikir-pikir lagi, dengan sedikit menabung aku pasti bisa
melakukannya, tapi ya sudahlah. Intinya, sampai sekarang, meski hobi bersepeda
aku belum pernah memilikinya.
Setiap liburan, aku senang sekali. Bisa bersepeda ke sana ke sini, apalagi
kotaku adalah kota nyaman yang nyaris tak berpolusi. Kubayangkan, nanti saat
punya sepeda, aku takkan lagi menyumbang lubang di lapisan bumi. Aku juga lebih
mudah membakar kalori. Tak seperti sekarang, dengan sadar aku merusak dunia dan
tubuhku sendiri. Menggunaan kendaraan bermotor padahal hanya berkendara
beberapa ratus meter, memanjakan diri dengan hanya menekan tombol atas bawah
kanan kiri, hhhh.. sungguh gaya hidup yang seharusnya kuhindari.
Bagaimana ya jadinya, bila makin banyak orang berpikiran sama. Meninggalkan
kendaraan bermotor hanya untuk perjalanan jauh atau keluar kota, dan mulai
membudayakan naik sepeda. Jalanan akan semakin tenang, polusi makin berkurang,
dan ruang untuk menjaga kesehatan akan makin lapang.
Tak perlu mengeluarkan ratusan ribu atau lebih per bulan untuk menyewa spot
di ruang fitness. Tak usah bingung-bingung kapan dan di mana bisa berolahraga.
Cukup naik sepeda saat ke toko untuk beli makanan ringan, atau ketika
mengunjungi sahabat terdekat di sore yang hangat.
Tapi yaahh.. di dunia yang kucintai ini, hidup tak sesederhana itu pemirsa.
Di zaman di mana naik sepeda hanya untuk anak sekolah, remaja dan orang dewasa
akan berkurang gengsinya bila naik sepeda. Tidak pantas, tidak keren, tidak
mampu beli kendaraan bermotorkah, sedikit contoh dari banyaknya gunjingan yang
akan didapatkan ‘hanya’ dengan bersepeda kemana-mana. Luar biasa, bukan?
Kesehatan tak lagi penting, sebab berkendara tanpa tenaga dengan motor atau
mobil mengkilat adalah yang utama. Naik sepeda? Ah, sudahlah, biar anak-anak di
bawah umur yang melakukannya. Kita, buat apa? Mungkin itulah yang ada di
pikiran orang rata-rata.
Hmmm, bila terlalu muluk untuk mengubah dunia, aku akan mulai dengan diriku
saja. Mengurangi laba pertamina juga menambah intensitas gerak dan olahraga.
Tapi jangan lupa, tentu aku akan mulai menabung untuk membeli sepeda. Itu yang
utama. :D
Komentar