Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2025

SESAK

Dadaku sakit. Rasanya bagai ditusuk paku tajam di satu titik. Napasku terhambat. Aku megap-megap mencari udara. Kucoba berpindah posisi. Suara di kepalaku tertawa.  Dadaku bagai dicengkeram paksa. Kukepalkan tanganku, lalu kupukulkan di dada. Sesak itu menjalar, merobek, mencakar. Mulutku ingin bicara, tapi kepalaku membungkamnya.  Mataku memanas. Aku ingin menangis. Ingin teriak, ingin terisak. Tapi kudengar suara, 'Kamu kuat! Kamu hebat! Kita bisa keluar dari semua ini, lagi!" Tidak, batinku. Aku capek. Aku kesakitan. Aku mau menyerah saja. Bagaimana caraku melewati semua ini dulunya? Sosok hitam itu mendekat, mengelus kepalaku dengan kuku tajamnya, 'Kamu tak akan bisa. Diamlah, seperti biasa.' Kupaksakan diriku bangkit. Tanganku gemetar. Kakiku lemas. Badanku menolak setiap perintah otak. Sepertinya, diam dan menyerah lebih mudah. Godaan itu menerpa, seperti ombak menyapu karang. Aku merindukan candu itu, suara yang bisa seketika membangkitkanku. Tapi aku sadar itu ...

IJEN

Pagi ini, aku turun dari jalur pendakian Gunung Ijen, disambut oleh pedagang buah-buahan segar yang memanjakan mata. Setelah mengembalikan masker gas ke toko pojok samping toilet, aku merebahkan badan di atas sebuah bangku kayu, meluruskan kaki yang bekerja keras semalaman. Di sampingku, abu api unggun semalam menyebar, terkadang jatuh ke jaket dan wajahku. Tapi aku tak memedulikannya. Aku hanya ingin menulis. Menulis apa yang kuingat dari petualangan dadakan ini.  Kemarin, seorang teman dari Italia mengunjungiku. Mengajakku untuk mendaki Ijen bersamanya. Setelah menyiapkan surat kesehatan dadakan di klinik dekat rumah orang tuaku, kami pun berangkat. Rencana awalnya, kami akan mengendarai motor berdua ke atas, mencoba hal terbaik yang kami bisa. Tapi karena begitu banyak orang menentang dan memberi saran sebaliknya, aku pun tiba-tiba menemukan sebuah ide. Kami bisa pergi ke atas dengan aman beriringan bersama DAMRI! Kenapa tidak naik DAMRI saja yang murah dan nyaman? Karena kami k...

SAKIT

Rasanya seperti ada di dalam gelembung. Gelap. Mengambang. Mati rasa. Aku mati-matian berusaha menarik diri dari kehampaan. Berusaha menjalani hari senormal orang lainnya. Tapi kosong. Otakku tak mau berpikir. Tangan dan kakiku lemas. Sementara semua di hadapanku berjalan seperti biasa. Satpam menyeberangkan orang yang lewat. Pasar ramai dengan aktivitasnya. Jalan raya tetap macet seperti biasa. Tapi kenapa pikiranku buntu? Kenapa rasanya seperti beberapa detik setelah disuntik obat bius di ruang operasi? Kebas.  Aku tak sanggup bicara, tak bisa merasa. Tak mau bertemu siapa-siapa. Kepalaku mau pecah saking ramainya. Semua suara sibuk menyalahkanku. 'Harusnya kamu mati! Pergi! Tak usah kembali!' Lalu berkata, 'Apa kubilang, kamu tak akan bisa pulih! Tinggal menunggu waktu saja sampai kau bersamaku lagi,' sosok bertopeng putih dengan taring kemerahan itu tersenyum culas di benakku. Ia menyumpahiku tak henti-henti. Aku berusaha kabur, tapi tubuh dan pikiranku, seolah tak ...