LAGI
Siang itu terik. Sinar matahari tajam, memantul dari aspal yang terasa bergetar di bawah kakiku. Di depan Indomaret, aku berdiri dengan pikiran yang mendadak kacau. Awalnya aku ke sini untuk menghirup udara segar, sampai tiba-tiba...
Deg.
Sesuatu dalam diriku terasa berontak. Nafasku mendadak cepat, terlalu cepat sampai rasanya seluruh udara menghilang dari sekitarku. Suara klakson motor, tawa orang-orang yang lewat, suara mesin kasir—semuanya mendadak menumpuk, memenuhi kepalaku.
Dan, lagi-lagi aku menangis. Teriak. Tersedu. Tak berhasil mengontrol perasaanku. Air mata menderu. Suaraku meninggi. Aku tak mau ada di sini. Aku malu. Tersiksa. Aku mau menghilang saja.
Orang-orang mulai memperhatikan. Ada yang melirik heran, ada yang berhenti sejenak sebelum melanjutkan langkah. Aku mencoba menutupi wajah dengan telapak tangan, berharap bisa menahan semuanya. Tapi justru semakin parah. Suaraku meninggi. "Nggak! Aku nggak mau! Aku mau pulang!"
Seorang ibu-ibu di depan pintu Indomaret menatapku khawatir. Seorang remaja yang duduk di motor menoleh penuh tanya. Rasanya seperti semua mata menembus pertahananku. Aku malu, tapi lebih dari itu—aku ketakutan.
Satu suara berbisik di dalam kepalaku, memekik nyaring, “Lari! Pergi dari sini!” Tapi kakiku seperti tertanam di tempat, tak bisa bergerak. Aku berusaha menenangkan diri dengan menghitung napas—satu, dua, tiga—tapi tetap saja dadaku seakan mau meledak.
Ada seseorang mendekat, mungkin pegawai Indomaret. Suaranya pelan, menanyakan apakah aku butuh bantuan. Aku tak mampu menjawab, hanya bisa menggeleng lemah sambil memeluk diri sendiri. Di tengah siang bolong yang panas ini, aku merasa membeku.
Aku terjebak. Di sini, di tempat yang ramai, aku tak bisa sembunyi. Tak bisa berpura-pura baik-baik saja. Perasaan itu meledak, tak terkontrol, membuatku ingin pergi, lenyap ditelan bumi.
Semua terasa terlalu terang, terlalu bising, terlalu nyata. Aku hanya ingin satu hal—berhenti merasa seperti ini. Tapi siang itu, di depan Indomaret yang riuh, aku hanya bisa tersedu.
Komentar