REALISASI PENGEMBANGAN SENI DI UIN MALIKI MALANG, SUDAHKAH?
Sore itu (12/11), kampus tampak lebih ramai dari biasanya. Para mahasiswa baru yang beranjak pulang Program Khusus Pengembangan Bahasa Arab (PKPBA) tampak berseliweran sepanjang ruas jalan antara Gedung A dan B. Di tengah-tengah kerumunan tampak hal yang tak lazim ditemukan di UIN Maliki Malang. Sebuah pemandangan yang cukup menarik perhatian, dengan adanya sekelompok remaja putra dan putri, sebagiannya tidak mengenakan hijab, berlatih vokal dan tari sembari berlari-lari kecil. Suara teriakan dan beberapa kali tepukan menambah semarak suasana senja. Sementara sebuah bendera biru tua bertuliskan TK2 terpampang megah di sisi mereka. Beberapa penabuh tampak khusyuk melakukan tugasnya. Begitu pula para remaja yang berlatih, tampak begitu memusatkan pikiran pada latihan.
Pemandangan ganjil ini jelas mengundang berbagai komentar, terutama dari mahasiswa baru yang tak pernah melihat hal semacam ini sebelumnya.
"Negatif. Meskipun begitu, dalam hati saya yakin bahwa mereka bukan mahasiswa UIN”, papar Nurul Hidayati, salah satu mahasiswi jurusan Akuntansi saat melihat pemandangan yang sempat membuatnya terkejut sore itu.
Efendi selaku Ketua Teater Komedi Kontemporer (TK2) saat dikonfirmasi menjelaskan,”Anak-anak ini berasal dari SMA 3 Pasuruan, dan kami diminta membantu melatih mereka untuk persiapan festival yang akan diselenggarakan Universitas Negeri Malang (UM) pada hari Minggu (14/11).”
“Hal semacam ini tidak hanya terjadi sekali, pernah juga siswa dari Blitar, bahkan STAIN Jember mengajukan permintaan bantuan latihan bersama kami,” sambungnya.
Saat disinggung perihal beberapa anak yang tidak mengenakan hijab, dia beralasan tidak bisa memaksa mereka dalam hal tersebut. “Sebenarnya kami tidak ingin menggunakan pelataran gedung B sebagai tempat latihan, tapi tidak adanya ruang latihanlah yang memaksa kami berlatih disini.”
Dia menjelaskan bahwa sejak tahun 1990-an, proposal permohonan ruangan sudah diajukan berkali-kali, namun tidak membuahkan hasil hingga saat ini. Hanya janji-janji kosong saja yang didapatkan. Tak hanya itu, dia juga menyampaikan keluhan tentang larangan penggunaan Home Theatre Fakultas Humaniora dan Budaya, yang notabene merupakan tempat yang tepat untuk pementasan. “Perizinan hanya diberikan sekali, namun selanjutnya tidak diperbolehkan lagi,” jelas mahasiswa PAI semester 9 ini. ”Padahal pementasan di SC jelas tidak kondusif, suara menggaung dan tidak sampai ke penonton di belakang. Alternatif outdoor tidak jauh beda, pernah saat cuaca buruk acara diundur sampai hujan reda, sehingga penonton hanya berasal dari komunitas saja. Hal ini sangat menyulitkan kami.”
Teater K2, yang didirikan tanggal 18 Agustus 1986, disebut merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan minat dan bakat dalam bidang kesenian. Hal ini, sebagaimana selalu disinggung dalam materi Tarbiyah Ulul Albab (TUA) merupakan salah satu fokus utama UIN Maliki Malang. Berkali-kali juga disebutkan bahwa UIN Maliki Malang sangat menekankan pengembangan seni. Namun ternyata realita yang didapati tak seindah tampaknya.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, ternyata permasalahan ruangan ini tak hanya dialami oleh TK2 saja. Beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) lain, seperti Seni Religius (SR) juga mengalami hal serupa. Bahkan hal ini ditengarai telah menjadi hal lumrah di kalangan aktivis UKM.
Sementara bagian kemahasiswaan sendiri tak mau berkomentar banyak. Saat ditanya masalah pengelolaan ruangan di UIN Maliki Malang, Jaiz, selaku Kabag Kemahasiswaan memilih tutup mulut. Dia tak memberikan komentar apapun terkait hal tersebut.
*hasil liputan Unit Aktivitas Pers Mahasiswa (UAPM) Inovasi, bersama Royhan Rikza (PBA 2010)
Komentar