KESAN PERTAMA PENERBANGAN DOMESTIK DENGAN LION AIR (SURABAYA-KALIMANTAN)


Saat pertamaku naik pesawat adalah sewaktu mendapat tiket gratis ke Balikpapan, Kalimantan. Meski cenderung terlambat di usiaku yang ke-24, tapi pengalaman pertamaku ini cukup menegangkan. Sebab selain berangkat sendirian di penerbangan pertama, sehari sebelum keberangkatan, Indonesia sedang dihebohkan dengan berita kecelakaan salah satu pesawat Air Asia di perairan sekitar Kalimantan. Lengkap sudah, semua orang ketakutan. Channel-channel di TV menyiarkan berulang-ulang peristiwa naas tersebut. Huffttt......

Tetapi mau tak mau, aku harus siap berangkat. Tiket sudah dibeli. Semua sudah direncanakan. Aku berangkat dengan hati gamang.

Sesampai di Bandara Juanda, Surabaya, aku terpukau. Besar, rapi, dan lengkap. Maklum, sebelumnya aku hanya tahu terminal dan stasiun. Jadi begitu melihat pesawat-pesawat berjajar di lapangan parkir Juanda, aku ternganga. Wah, betul-betul keren! Benarkah benda sebesar itu bisa mengapung di udara? Aku tak habis pikir.

Lapangan Parkir Juanda

Satu hal lagi yang kusyukuri adalah kondisi kamar mandi bandara yang bersih. Jumlahnya juga banyak. Cukup lah untuk semua pengunjung bandara. Hanya saja, ketika diisi banyak orang, kamar mandi yang tadinya wangi menjadi samar-samar berbau pesing. Hmmm...

Ketika check-in, petugas Lion Air yang melayaniku cukup ramah. Pemeriksaan barang dan badan tidak terlalu detail. Setelah mengantri sebentar, e-ticketku selesai ditukar tanpa masalah. Jumlah loket yang banyak membuat para pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama. Sedihnya, saat petugas meminta dengan tersenyum, “Airport tax-nya mbak...” Hm, 75 ribu, jumlah yang tidak sedikit buatku.

Selesai check-in, aku menuju ke waiting room, yah, sendirian. Menyedihkan :’( untungnya, disana cukup menyenangkan. Ada TV, AC, colokan listrik, dan tempat sampah. Hal-hal yang sangat dibutuhkan orang-orang yang menunggu disana. Setiap beberapa menit sekali, petugas bandara berkeliling mengambil sampah dan memperhatikan kebutuhan calon penumpang.

Waiting Room Lion Air-Bandara Juanda

Kuperhatikan, setengah jam sebelum waktu take-off, penumpang diminta boarding. Karena Bandara Juanda belum menerapkan bandara sunyi (silent airport), petugas terus memanggil nama-nama yang lalai boarding pada waktunya, sampai sekian menit sebelum take-off.

Katanya sih Free Wifi, tapi waktu aku coba, not working. Gak tau deh...

Saat boarding, aku memperhatikan desain interior gerbang 7 (gate-7) menuju pesawat yang akan kutumpangi. Jalannya bersih dan indah, didominasi wana merah dan putih (untuk Lion Air). Terdapat 2 tangga di ujung gerbang, satu menuju ke lambung pesawat bagian depan dan satu ke bawah, kalau-kalau penumpang memilih untuk masuk ke pesawat lewat pintu belakang.

Sesampai di pesawat, pramugari tanggap membantu penumpang mencari tempat duduknya. Karena baru pertama kali, aku sempat mencatat nama kepala pramugariku: Anggraeni, kepala pilot: Rahmat Kusanto, dan co-pilot: Moh. Arif. Semua berjalan lancar sampai waktunya pesawat untuk take-off.

Hal-hal yang kutangkap sepanjang perjalanan:
1.       Bentuk pesawat memanjang, berwarna biru putih. Kode nama pesawat adalah Boeing 737-900 ER – Kelas Ekonomi. Terdapat 3 deret kursi di kanan dan kiri.

Kabin dalam Pesawat. Ukuran Standar.

Suasana dalam pesawat sebelum keberangkatan. 

2.       Fasilitas individu di pesawat: sabuk pengaman, karet oksigen, baju pelampung, majalah, buku doa-doa, buku petunjuk keselamatan, meja lipat, bagasi, dan KM.

Buku Petunjuk Keselamatan. Penting untuk Dibaca!

Buku Doa dalam Beberapa Bahasa. Lumayan..

Meja Lipat Sederhana

Majalah

3.       Sepanjang perjalanan, pramugari tidak tersenyum (-_-), meskipun cukup sering berkeliling menanyakan keperluan penumpang.
Pramugari yang sigap berkeliling. Bajunya panjang, dan ketika berjalan... voila! Belahannya sampe paha. Ups

4.       Selama kurang lebih satu jam perjalanan, aku menyadari kondisi kursi yang kurang nyaman. Sedikit keras, dengan sandaran yang kurang pas posisinya buatku.

Kursi yang kurang nyaman. Well,, price is speaking.

5.       AC juga tidak berfungsi optimal, tidak terasa dingin sama sekali. Aku duduk di samping jendela, dan terasa sangat panas. Untung saja aku membawa kacamata hitam.

AC, not working. Euh..

6.       Ada beberapa penumpang yang tidak menonaktifkan hape mereka, cukup membuatku ketakutan. Semoga saja mereka mengaturnya ke mode pesawat.

Ternyata pesawat yang lepas landas dan terbang di udara terasa sangat pelan. Aku penasaran berapa kecepatan pesawat ini. Tiba-tiba, seolah menjawab pertanyaanku, terdengar suara pilot dari pengeras suara, “Kita berada di ketinggian 350.000 m di atas laut. Kita melaju dengan kecepatan 850 km/jam. Suhu di luar 41 derajat Celcius, dan bla-bla-bla.” Wah! Sungguh suatu kebetulan! Semua yang ingin kuketahui terjawab seketika.

Sisa waktu selanjutnya kuhabiskan dengan tidur. Bangun-bangun, kurasakan telingaku berdenging keras sekali. Sungguh menyakitkan. Kurasa bila seseorang tidur di pesawat dalam waktu yang cukup lama, inilah yang ia dapatkan. Rasanya seperti efek kemasukan air setelah berenang. Rahangku juga kaku. Mungkin karena tekanan udara, entahlah. Aku akan mempelajarinya lebih lanjut nanti. Sekarang, aku akan menyongsong pengalaman baru di Kalimantan! :D

Komentar

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)