Postingan

RANSEL

Gambar
  Sampai Agustus tahun lalu, aku masih bepergian jauh sendiri dengan ransel kesayanganku. Sebelum aku tahu bahwa ada janin di rahimku. Namun kini, ransel itu tak kugunakan lagi. Berganti koper dan tas kecil berisi peralatan bayi. Alhamdulillah, kini yang kujunjung adalah kau, Sayang. Bukti cinta yang takkan hilang.  Baiklah... Selamat tinggal, Kalimantan. Biarlah semua hal di sini menjadi kenangan.

BELAJAR

Gambar
  Sayang, dua bulan usiamu kini.. Terima kasih.. Karena berkat kehadiranmu, bunda belajar arti.. Kesabaran Ketabahan Keteguhan Kelembutan Pengorbanan Pendidikan Kasih sayang Dan begitu banyak lagi Dan mohon maafkan bunda yang jauh dari kesempurnaan ini... Bunda masih perlu banyak belajar dan terus memperbaiki diri setiap hari, sampai akhir hayat nanti..

KEDATANGAN

Gambar
Abang... Terima kasih telah hadir di dunia ini, melengkapi keluarga kecil ayah dan bunda... Mari bersama beribadah bertiga ya..

AKU

Ada seseorang yang padanya, aku ingin sekali berterima kasih. Darinya aku belajar, bahwa menulis itu mudah sekali. Seperti curhat pada diri sendiri. Pak Hernowo namanya, seorang dengan banyak tulisan dan cita-cita mulia. Buku pertama beliau yang aku baca adalah ‘Mengikat Makna’. Kemudian ‘Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza’, dan banyak lagi lainnya. Semuanya indah. Disajikan dengan menarik sekali. Mudah dipahami. Aku bersyukur telah berkenalan dengan beliau ini. Sedikit banyak, gaya tulisanku terpengaruh ajaran Pak Hernowo tentang menulis. Tulisanku hampir selalu dimulai dengan ‘Aku’. Bila materi tulisan serius dan ditujukan untuk pembaca formal, aku akan menggantinya dengan ‘Saya’. Tapi tetap saja, berasal dari sudut pandang orang pertama. Cara itu amat mempengaruhiku. Menulis jadi mudah, sebab bagai sedang bercerita. Aku begini, dan aku begitu. Kisah yang kusampaikan pada diri sendiri. Tak peduli apakah orang lain membacanya atau tidak, aku sendiri menikmatinya. Kenanganku ...

SEPEDA

Aku suka naik sepeda dari dulu. Habisnya seru. Tidak usah capek capek, bisa kemana-mana. Sekalian olahraga juga. Jadi, selain jalan-jalan dan menulis, naik sepeda itu hobiku nomor tiga. Tapi, sejak sekolah di luar kota, aku tidak bisa lagi naik sepeda. Selain tidak ada di sana, aku juga jadi   lebih biasa jalan kaki saat pergi-pergi. Sampai sepuluh tahun kemudian, aku cuma bersepeda saat pulang ke rumah. Entah, kenapa tidak terpikir untuk beli sepeda saat kuliah. Kupikir-pikir lagi, dengan sedikit menabung aku pasti bisa melakukannya, tapi ya sudahlah. Intinya, sampai sekarang, meski hobi bersepeda aku belum pernah memilikinya. Setiap liburan, aku senang sekali. Bisa bersepeda ke sana ke sini, apalagi kotaku adalah kota nyaman yang nyaris tak berpolusi. Kubayangkan, nanti saat punya sepeda, aku takkan lagi menyumbang lubang di lapisan bumi. Aku juga lebih mudah membakar kalori. Tak seperti sekarang, dengan sadar aku merusak dunia dan tubuhku sendiri. Menggunaan kendaraan b...

PERMATA

“Cincin baru lagi, Cha ?” Pandangan iri jelas terpancar. “Iya tuh, gak tahu deh Mas Rio, sukanya beli-beli, ngasih-ngasih kayak gini tiap hari.” Icha mengibaskan ujung jilbabnya yang menjuntai. “Padahal aku sudah bilang gak usah, tapi tetap aja...” “Harusnya kamu bersyukur, Cha. Udah untung punya suami romantis perhatian kayak gitu, malah kamu cuekin setengah mati.” Ina menyeruput kopi panasnya. “Lihat suamiku..” Ia mendesah panjang. “Pulangnya selalu malam, jarang ngobrol, pagi ketemu sebentar, eh sudah menghilang lagi. Tiap hari kayak gitu. Emang sih uang bulanan banyak, tapi kan.. Aku juga pengen disayang-sayang...” Icha menatap ujung sepatunya. “Mas Rio, luar biasa sih, Na. Tapi kadang, aku merasa terbebani juga. Aku kan sering gak peka, jadi suka merasa bersalah sama dia..” “Udahlah, Cha, nikmati saja.. Mumpung masih ada..” Mereka tergelak bersama. *** “Mas, aku pulang,” Icha menyampirkan tas di atas sofa. “Ngobrol apa saja, tadi?” Ditatapnya Rio, suaminya...

KATA

Sudah agak lama sejak aku mulai membuat judul hanya dengan satu buah kata. Aku lupa awalnya kenapa, tapi kalau tidak salah, itu karena aku ingin membuat tulisanku berbeda. Meski dengan judul yang hanya satu kata, aku tahu kadang pembaca sulit menemukan kaitannya. Biasanya aku mengambil satu kata inti dari konten yang pertama terlintas di benakku, lalu jadilah itu judul tulisanku. Aku merasa, tulisanku punya nyawa. Walaupun lama tak kubaca, aku bisa mengenali tulisan-tulisanku dimana-mana. Meski demikian, ada satu yang masih membuatku bingung. Judul tulisan.  Ada beberapa penulis yang hanya dari judulnya saja, sudah bisa dikenal. Sebab itu ciri khasnya. Dan aku, ingin seperti itu. Hanya dengan membaca judul dan satu kalimat pertamanya saja, aku berharap pembaca tahu bahwa itu aku. Bukan yang lainnya. Dengan begitu, tulisanku akan bisa menjaga dirinya sendiri. Dari salin tempel. Dari plagiasi dan semacamnya. Maka setelah melahirkan banyak tulisan, aku akan tetap tenang. Ta...