Postingan

SAMPAH

“Buanglah sampah pada tempatnya.” Ungkapan itu nyaris seperti mantra. Dari kecil hingga dewasa, selalu kudengar dan kubaca di mana-mana. Namun, di balik ungkapan itu, aku kerap melihat realitas yang berbeda. Sampah yang berserakan, orang-orang yang dengan mudahnya membuang bungkus makanan ke jalan, bahkan di depan tempat sampah itu sendiri berada. Lambat laun, aku merasa pesan itu kehilangan maknanya. Seperti ucapan kosong yang berlalu begitu saja tanpa bekas. Aku tak ingin anak-anak di sekitarku tumbuh dalam paradoks semacam itu. Bagaimana mereka bisa menghargai lingkungan kalau tak ada sosok yang benar-benar menunjukkan nilainya?  Maka, aku memutuskan untuk memulai perubahan kecil. Bukan lewat perintah, bukan lewat larangan, tapi lewat teladan. Aku berusaha merapikan barang-barangku sendiri, membuang sampah sesuai kategorinya, dan dengan kesungguhan memungut kotoran yang berserakan di sekitar. Tidak selalu mudah, tentu saja. Ada rasa malas, ada keinginan untuk berpikir, “Ah, nant...

RA

“Ra... Panggil saja aku Ra..” Aku mengulurkan tangan. Dia melirikku sekilas. Lalu menangkupkan kedua telapaknya ke dada. “Saya Fe, lengkapnya Feri.” Hatiku tersentil. Segitu tidak maunya kah dia bersentuhan denganku? Memangnya aku manusia kotor dan menjijikkan? Namun kupasang wajah tanpa ekspresi. “Ini berkasnya, tolong serahkan kembali besok pagi ya,” langsung kubalikkan badan dan melenggang pergi.   ***   “Jadi, maksud kedatangan saya kesini adalah untuk melamar putri Bapak, Zahra..” Jantungku seolah berhenti berdetak. Dari balik tirai yang memisahkan ruang tamu dan ruang keluarga, aku gemetar. Benarkah ini orang yang sama dengan lelaki yang setiap hari menundukkan pandangannya di depanku? Yang menolak semua interaksi kecuali berhubungan dengan pekerjaan kami di kantor? Memangnya sejak kapan dia menaruh minat terhadapku? Aku mencubit lengan, sakit. Ini bukan mimpi, kan?   ***   “Saya terima nikahnya...” sayup-sayup kudengar akad nikah bergem...

GUGUR

Tanganku gemetar. Darah masih merembes di sela-sela kaki. Tak kuasa aku memanggil suamiku yang berada di ruangan sebelah. Sebentar kemudian, aku terduduk, lemas. Pandanganku mengabur, gelap. “Sayang..” sayup-sayup kudengar suara yang begitu akrab di telingaku. Kucoba membuka mata yang berat. Kepalaku pusing. “Ini di mana?” samar-samar kulihat ruangan dominan putih di sekitar. Aku tak mengenalinya. “Rumah sakit, Sayang..” Kutatap suamiku dengan suaranya yang bergetar. “Kenapa..?” Air mata menetes di pipinya. “Tidak apa-apa.. Kamu baik-baik saja..” Spontan kupegang perutku yang terasa nyeri. “Anak kita?” Suamiku menggeleng. “Maaf...” *** Kukira aku akan terus menangis. Atau memaki. Bahkan berteriak. Namun yang ada hanya kesunyian. Secercah kesedihan pun tak kurasakan. Hampa. Suamiku yang mencoba menghiburku pun tak kuhiraukan. Aku layaknya hidup dalam kepompong. Dunia di sekitarku bagai film bisu. Bisa dilihat, namun tak bernada. “Sayang..” Tepukan halus di kepala men...

LENYAP

 Aku banyak menulis, sejak dulu. Tapi entah kenapa, lenyap selalu. Buku tulis diambil orang, laptop hilang, barang ketinggalan saat pindahan, begitu banyak cobaan. Sekarang, ada satu lagi kesempatan tiba. Untuk menunjukkan tekad dan usaha. Bismillah, semoga bisa.

SUDAH

Gambar
  Sudah kita lewati semua prosesnya ya Nak, alhamdulillah Mulai duduk sampai sapih di Cilacap, semoga dilimpahi berkah Meski banyak rintangan, Bunda tetap nantikan hari-hari di masa depan yang indah

SEMOGA

Selamat jalan, Bapak... Terima kasih atas semuanya... Mimpi masa kecil dan idola masa remaja yang indah. Rasa cinta Indonesia yang kau tanamkan dalam-dalam. Perjuangan melawan kekuasaan. Kecerdasan dan kecerdikan yang menyilaukan. Kesabaran menghadapi kebatilan. Cinta sejati mengharukan yang tak lekang. Masa tua yang tak pernah disiakan. Ingatan yang terus dipertahankan. Semangat yang selamanya kau wariskan. Mohon maafkan, Bapak... Semoga perjuanganmu bisa kami teruskan...

PERDANA

Gambar
Bertiga berlari, terjang ombak di sana sini, tanpa henti, tanpa letih. Bersamamu, aku teguh... Di sampingmu, aku penuh.. Semoga selamanya, kau bagiku cinta, juga permata... NB: Terima kasih untuk tahun-tahun indah yang berkilauan ini, keluarga kecilku terkasih..