Postingan

ACROSS THE DISTANCE

 In a town where mountains rise and shine, Lived Ella, a woman, whose heart felt divine. With cafés cozy and lights dimmed low, She longed for Ethan, who had to go.   Each time he departed, a shadow would creep, Leaving her restless, alone in her sleep.  On her terrace, she sipped tea by the glow, Missing the laughter and warmth they used to know.   In her favorite café, where the sweet scents entwined, She met Andrew, whose smile was gentle and kind.  They talked of adventures, the mountains so tall, As their friendship blossomed, they shared it all.   “Have you climbed mountains?” he asked with a grin, “I have, long ago, when my heart felt the win.  Yet each happy moment brought guilt in its wake,  For Ethan, her husband, her heart began to ache.   One rainy evening, as droplets fell fast,  A message from Andrew arrived at last. “Meet me tonight,” the screen softly glowed, Ella’s heart fluttered, her thoughts overflowed.   At a ca...

JARAK

Di kota kecil yang dikelilingi pegunungan dan diselimuti cahaya lampu-lampu temaram, hiduplah seorang wanita bernama Echa. Kota itu penuh dengan kafe-kafe kecil yang nyaman, tempat aroma kopi dan kayu manis bercampur dengan musik lembut yang mengalun merdu. Di sudut-sudut sunyi, Echa sering merenung, merindukan suaminya, Rio, yang kerap pergi jauh karena pekerjaannya. Setiap kali Rio pergi, hati Echa merasakan kekosongan yang tak terbilang, bagai bulan yang kehilangan cahayanya di tengah malam. Suatu hari, Echa duduk berbalutkan selimut, mencoba mencari kehangatan dari secangkir teh di tangannya. Angin malam berbisik pelan, membawa bayangan kenangan-kenangan manis bersama Rio. Tawa dan percakapan mereka kini hanya menjadi gema dalam pikirannya. Setiap kepergian Rio adalah lembaran baru kesepian yang tak pernah usai. Untuk mengusir sepi, Echa kerap mengunjungi kafe favoritnya di pojok kota. Tempat itu beraroma kayu bakar dan dihiasi lampu-lampu gantung yang memancarkan cahaya hangat. Di...

BERSINAR

 Aku sayang diriku, dan aku mulai saat ini akan belajar Akan selalu meletakkan kepentinganku paling besar Akan jadikan aku kembali bersinar Perjalanan itu melelahkan Perjalanan itu mengesankan Perjalanan itu mengingatkanku akan Tuhan Teman itu menyenangkan Teman itu kadang menyebalkan Teman itu selamanya kubutuhkan Aku sayang diriku, dan mulai saat ini kuakan belajar Untuk meletakkan kepentinganku paling besar Dan menjadikan diriku kembali bersinar

BAHAGIA

Kutemukan bahagia setelah sekian lama Ternyata perjuangan ke sini dan ke sana Aku tak tercipta untuk diam seperti ratu saja  Meski punya raja yang memberikan segalanya  Dari kecil, aku mendengar panggilan hati Ubahlah, majukan, dan lindungi dunia ini Itu sebabnya aku takjub pada Pak Habibie Sayang tak bisa bertemu sebelum beliau pergi Apakah salah untuk marah? Apa harus tertawa untuk menunjukkan bahagia? Semua orang harus sama?  Sedih, kecewa, kagum, marah, kesal, dan bahagia, itu semua diri kita Aku bahagia, tapi bisa jadi aku diam saja Aku sedih, tapi mampu tetap tertawa Semua terserah aku yang punya jiwa  Karena manusia bukan boneka 

GADIS

Kaki berdarah Luka merekah Langkah terpatah Yang mereka bilang, pasrah Tangan menggenggam  Duri yang tajam Tak satupun bilang lepaskan Semua memintanya untuk bertahan Gadis itu berdiri Mau mati dan pergi Tapi tangan kakinya terkunci Oleh gembok yang abadi Selembar kertas terbang melayang Ke pelukan gadis yang bimbang Haruskah dia menulis dan terbang Atau seperti biasa, kembali ke tempat ia terbuang

SEROJA

Sungguh nama yang indah. Merupakan nama lain dari bunga teratai yang berarti kesucian, keindahan, dan kelahiran kembali. Wah, pas sekali, sekeluarnya aku setelah 24 jam berada di sana, dunia seketika berubah di mataku. Aku jadi punya tujuan hidup, yaitu mengubah banyak hal di dunia, terutama untuk anak-anak dan orang-orang dengan gangguan jiwa. Sudah bertahun-tahun tak berhasil merubah diriku, orang tuaku, mertuaku, suamiku, aku baru sadar bahwa manusia mustahil berubah kecuali ada usaha keras dan tekad kuat dari dalam dirinya. Akhirnya aku memutuskan melakukan apa yang aku bisa dengan kondisi fisik yang tidak prima, yaitu menulis. Akan kutulis semua kenangan, kejadian, pengetahuan, atau apapun yang terlintas di kepala, dan mengunggahnya ke dunia maya, agar tersimpan selamanya. Kalaupun aku tak hidup cukup lama untuk melihat semuanya, semoga suatu saat, tulisanku akan berguna. Pertama, akan kuceritakan momen traumatis yang kualami selama di Seroja. Lalu kedua, akan kulanjutkan deng...

SAMPAH

“Buanglah sampah pada tempatnya.” Ungkapan itu nyaris seperti mantra. Dari kecil hingga dewasa, selalu kudengar dan kubaca di mana-mana. Namun, di balik ungkapan itu, aku kerap melihat realitas yang berbeda. Sampah yang berserakan, orang-orang yang dengan mudahnya membuang bungkus makanan ke jalan, bahkan di depan tempat sampah itu sendiri berada. Lambat laun, aku merasa pesan itu kehilangan maknanya. Seperti ucapan kosong yang berlalu begitu saja tanpa bekas. Aku tak ingin anak-anak di sekitarku tumbuh dalam paradoks semacam itu. Bagaimana mereka bisa menghargai lingkungan kalau tak ada sosok yang benar-benar menunjukkan nilainya?  Maka, aku memutuskan untuk memulai perubahan kecil. Bukan lewat perintah, bukan lewat larangan, tapi lewat teladan. Aku berusaha merapikan barang-barangku sendiri, membuang sampah sesuai kategorinya, dan dengan kesungguhan memungut kotoran yang berserakan di sekitar. Tidak selalu mudah, tentu saja. Ada rasa malas, ada keinginan untuk berpikir, “Ah, nant...