Postingan

JODOH TERBAIK UNTUK ICHA

“Dia merokok, gak?” Aku mengeluh dalam hati. ‘Lagi-lagi segudang kriteria itu…’ pikirku gundah. “Insya Allah enggak kok, Cha…” “Jangan-jangan dia pernah pacaran..” Kulihat matanya berkedut pelan, tanda kesangsian. “Masa kamu se-nggak percaya itu sih sama aku, Cha… Nggak mungkinlah aku menjerumuskan sahabatku sendiri, pastilah aku memilih yang terbaik untuk Icha yang cantik ini..” kucubit pipinya gemas. Icha mengelak. “Iiih.. Jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan deh…” tak pelak kulihat sekilas tawa dimatanya. *** Sudah beberapa minggu ini aku mendapat kesibukan baru yang cukup menguras energi dan plus, kesabaranku. Semua ini bermula saat aku bertemu kembali dengan Icha, sahabat SMA-ku dulu. Sepuluh tahun lalu, Icha adalah bintang kelas di sekolah. Selain selalu meraih peringkat pertama, penampilannya yang supel dan apik menjadikannya orang nomor satu di sekolah. Tak ada yang tak mengenalnya kala itu. Dan kini, ia masih persis sama seperti yang terakhir kali kuingat. Cantik dan men...

SAAT USTADZ H. SETYAWAN LAHURI, MA BICARA PENDIDIKAN

Saya mengajar di pondok selama lima tahun. Setengah tahun di Gontor Putra, dan sisanya di Gontor Putri 1. Sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar antara santri putra dan putri, karena materi dan lingkungan relatif sama, namun memang tingkat kepedulian dalam beberapa permasalahan - dan bukan pelajaran - memang tidak sama. Contohnya saat bicara masalah politik atau olahraga, anak putra lebih responsif. Begitu juga saat membahas masalah fashion misalnya, tentu saja respons santri putri lebih besar. Jadi saya memang setuju sekali adanya perbedaan pendidikan dan pengajaran antara keduanya, tentu saja dalam tingkatan tertentu yang disesuaikan. Bagi saya sendiri, kecerdasan itu relatif. Kita tidak bisa menyatakan santri putra lebih cerdas dari putri. Apalagi, kecerdasan memang bermacam-macam. Ada kecerdasan fisik atau jasmani, linguistik, dan lain sebagainya. Cuma perbedaan tanggapan dalam beberapa hal memang ada, dan itu wajar. Bicara soal mengajar, ada teman yang bilang mengajar di Gonto...

METODE PENGAJARAN

“Gimana sih, Ustadzah? Antum harusnya tahu lah cara mengajar yang baik dan benar! Jangan seenak hati antum sendiri! Kalau begini, yang rugi santri, Ustadzah! Coba dipertegas lagi! Dan tolong ini dijadikan evaluasi besok ketika akhir tahun…” Suara ketus itu terus terngiang-ngiang di kepalaku. ‘‘Aku tidak becus mengajar - aku tak pantas mengajar - aku tak seharusnya mengajar,’’ kalimat-kalimat yang berputar-putar di benakku seolah hendak menjebol benteng pertahananku. Tapi kugigit bibir sekuat tenaga, berusaha melenyapkan ngilu yang menderas di hatiku. Aku harus kuat, setidaknya kali ini. " Afwan , Ustadzah.. Terima kasih sekali atas nasehatnya. Insya Allah akan  ana  jadikan evaluasi ke depannya..” Dengan kepala ditegak-tegakkan aku berdiri, mengeloyor pergi dari kopda guru yang terasa begitu panas bagiku. Di jalan aku merenung. Sebenarnya apa sih yang kusedihkan, sampai harus berjuang menahan air mata yang mendesak keluar? Bukankah kritik dan  ishlah  adalah dua hal ...

PEMBUAT SOAL

Kesulitan yang acapkali dialami sebagian guru saat ditugaskan membuat soal adalah menerapkan standar yang sesuai bagi semua santri. Menimbang kemampuan santri yang beragam -mulai standar sampai di atas rata-rata- memang bukan hal yang mudah membuat soal yang dirasa pas. Meski pondok telah menerapkan standar ideal bagi pembuat soal, yaitu soal yang dikategorikan mudah 30%, sedang 20%, sedangkan yang tergolong susah 50%. Tapi bagaimanapun, di atas semua itu, yang paling menentukan baik tidaknya, atau sesuai tidaknya soal yang dibuat itu, bisa dilihat saat soal tersebut diujikan padas santri. Kemampuan dan metode pengajaran seorang guru ikut diuji saat itu. Bila kebanyakan santri tidak bisa menjawab hampir semua soal yang diberikan, ada tanda-tanda soal yang dibuat terlalu sulit, atau kurang sesuai dengan kemampuan standar para santri.  Namun sebaliknya, saat soal-soal yang dibuat mampu dijawab semuanya dengan mudah oleh para santri, bisa jadi soal terlalu mudah, atau kurang memenuhi ...

FENOMENA MENARIK

Ada fenomena menarik di pondok putri tempatku menuntut ilmu selama ini. Fenomena ini tidak bisa dibilang baik, namun untuk mengubahnya tak semudah membalikkan telapak tangan. Sepertinya hal ini sudah berurat akar dan menjadi kebiasaan yang sulit diganti.  Yang sering terjadi adalah para santri lebih memilih menanyakan pelajaran yang belum dipahaminya diluar kelas daripada sebaliknya, meski guru sudah memberi kesempatan bertanya yang lebih dari cukup. Bukan masalah jika yang ditanyakan berupa perbedaan pendapat atau kalimat yang tidak dipahami. Yang jadi masalah ketika guru ditanya satu-dua bab sekaligus, atau parahnya lagi semua materi dari awal sampai akhir! Mau tidak mau, para guru yang keliling saat muwajjah malam memang harus mempersiapkan diri menjawab semua itu.  Terkadang hal ini mengakibatkan guru kapok dan malas muwajjah malam bersama santri, terutama jika ditanya materi pelajaran yang kurang dipahami dan bukan menjadi faknya. Hhhh… rasanya serba salah! Maka dari it...

MASA KULIAH

Selama ini aku terkenaaaalll.. sekali di kampus. Sayangnya, kemasyhuran itu bukan dalam hal baik, tapi justru karena aku rajin ‘meliburkan diri’! Hehe.. Sebenarnya sih bukan tanpa sebab aku melakukan hal itu. Alasan utamaku hanya ada dua, yang pertama capek ato malas, dan yang terakhir : hujan. Kok? Iya… Pokoknya prinsipku, kalau hujan turun, itu berarti aku dapat dispensasi dari Allah buat gak masuk kuliah! Maksa banget gak, sih?? Haha.. Pokoknya hal itulah yang kupegang teguh selama ini.. Jadi, jangan heran kalau sudah hujan, aku langsung ganti baju, menyiapkan kasur, bantal, guling, selimut, dan lain-lain…. Lalu... Tidur nyenyak, deh.. *jangan ditiru* Awalnya teman-teman dan kakak kelasku selalu protes tak menyetujui kebiasaan burukku itu, tapi lama kelamaan mereka jadi paham (atau bosan) sendiri. “Kok gak kuliah, Chi?” “Ujaaaannnn!!!” Bagai koor teman-temanku menjawab serentak tanpa dikomando. Aku cuma bisa cengengesan sendiri. Walah-walah…

LATIHAN PIDATO

Saat jadi santri dulu, hal yang sering kuhindari adalah waktu muhadloroh !! Bukan karena aku tidak suka berpidato, bukan juga karena takut bicara di depan audience .. tapi entah kenapa ya? Saat muhadloroh terasa begitu menjemukan. Hampir semua wajah teman-temaku juga tertekuk masam bila tiba saatnya latihan pidato. Entahlah, mungkin mereka merasakan hal yang sama denganku.  Meski ada juga yang disebabkan karena faktor-faktor lain, seperti: seragam yang belum dicuci, teks pidato yang belum diperiksa atau ditandatangani, sampai rasa gugup plus cemas karena akan tampil di depan teman-teman dan kakak pembimbing. Memang macam-macam tingkah polah santri itu, yang kalau kuingat-ingat lagi, rasanya kangeeen sekali dengan masa-masa itu..  Tapi, sebenarnya yang paling berkesan, yaitu saat tiba waktuku berpidato -entah itu berbahasa Arab, Inggris ataupun Indonesia- aku selalu merasakan semacam gelora semangat yang menggebu-gebu untuk tampil sebaik-baiknya bak orator ulung yang mampu m...