LATIHAN PIDATO

Saat jadi santri dulu, hal yang sering kuhindari adalah waktu muhadloroh!! Bukan karena aku tidak suka berpidato, bukan juga karena takut bicara di depan audience.. tapi entah kenapa ya? Saat muhadloroh terasa begitu menjemukan. Hampir semua wajah teman-temaku juga tertekuk masam bila tiba saatnya latihan pidato. Entahlah, mungkin mereka merasakan hal yang sama denganku. 

Meski ada juga yang disebabkan karena faktor-faktor lain, seperti: seragam yang belum dicuci, teks pidato yang belum diperiksa atau ditandatangani, sampai rasa gugup plus cemas karena akan tampil di depan teman-teman dan kakak pembimbing. Memang macam-macam tingkah polah santri itu, yang kalau kuingat-ingat lagi, rasanya kangeeen sekali dengan masa-masa itu.. 

Tapi, sebenarnya yang paling berkesan, yaitu saat tiba waktuku berpidato -entah itu berbahasa Arab, Inggris ataupun Indonesia- aku selalu merasakan semacam gelora semangat yang menggebu-gebu untuk tampil sebaik-baiknya bak orator ulung yang mampu menggoncangkan dunia. Teks selalu kupersiapkan rapi, bahkan terkadang sudah kulatih jauh-jauh hari. Aku paling senang mendengar tepuk tangan riuh dan mata yang lekat memandang, bila aku maju membawakan pidatoku. Meski dalam hatiku rasa deg-degan itu juga tak kunjung hilang, tapi rasanya bangga bisa menuangkan uneg-uneg dalam hati melalui latihan pidato.

Dan tak kusangka, lama setelahnya baru kusadari satu poin yang sangat penting. Ternyata aktivitas yang kerap kuhindari sekaligus kugemari itulah yang membimbingku menuju banyaaaak sekali impianku, juga mengajariku untuk berani berbicara di depan khalayak ramai tanpa rasa canggung. Entah apa jadinya bila dulu aku tidak pernah mau tampil di depan atau bicara sekadarnya saja… Disini, sekali lagi, pondokku dengan caranya yang khas, mampu membimbing santri-santrinya menjadi kader-kader umat yang militan dan penuh potensi. Subhanallah…

Komentar

Baca Tulisan Aisyah El Zahra Lainnya

SEROJA

GELAP

SURAT (3)