Postingan

UIN MALIKI MALANG

Satu hal yang benar-benar membuatku salut akan kampusku hari ini. Begitu adzan Shalat Jum'at selesai dikumandangkan, seorang petugas dari kemahasiswaan segera berkeliling ke tiap sekor Unit Aktivitas Mahasiswa (UKM) dan mengingatkan semua laki-laki yang tersisa di tiap ruangan untuk pergi ke masjid. "Shalat.. Shalat…" Dengan sigap mahasiswa yang diingatkan, segera bangkit dan berlalu menuju masjid. Tentu saja dengan ekspresi tak menentu, kebanyakan tentu malu diingatkan untuk soal itu. Hal yang  sudah menjadi kewajiban tiap dari mereka. Aku tersenyum lega. Setidaknya kampusku yang menjunjung nama dan otomatis, ikon Islam,  telah melakukan sebuah qudwah yang baik dalam menyegerakan Shalat Jumat. Hal sama yang juga selalu kutemui setiap menjelang Dhuhur, tentu saja pada masa aktif kampus. Para dosen dan karyawan berbondong-bondong menuju masjid untuk shalat jama'ah. Subhanallah.. Walhamdulilah.. Masih ada hal-hal positif yang menunjukkan identitasnya sebagai ...

POLISI: ANTARA AKTOR DAN PERAMPOK!

Beberapa hari yang lalu, tepatnya ketika awal puasa, saya dan seorang teman bersepeda motor berdua mengurus beasiswa yang -katanya- akan cair hari itu. Awalnya kami bingung hendak kemana, namun akhirnya diputuskan untuk menuju Bank BRI Pusat di Jalan Terusan Kawi. Semua berjalan lancar, tanpa melihat kenyataan bahwa beasiswa yang dijanjikan sama sekali tidak ada. Meski kecewa, kami berdua pun meneruskan perjalanan. Tak dinyana, saat hendak berbelok ke arah Alun-alun kota, temanku yang saat itu membonceng di depan memotong jalan dari tengah. Sudah dapat diduga,  polisi yang berjaga di pojok jalan segera mengejar dan memberhentikan kendaraan kami. "Silahkan ikut ke pos," tegasnya setelah meminta SIM dan STNK. Setelah memutari jalan satu arah tersebut, kami pun sampai di pos polisi. Temanku, yang mengaku belum pernah sekalipun ditilang sebelumnya, terlihat agak gugup. Saya mencoba menenangkan. Maklum, rekor ditilang saya selama ini sudah lumayan banyak.  Jadi, bisa dibilang,...

RIO DAN KENANGAN MALAM ITU

"Kita mau kemana malam ini..?" Suaranya renyah memecah sepi. Aku menoleh. "Sesukamulah," acuh tak acuh aku menjawab. Ia tersenyum sabar. Menyalakan mesin motor perlahan, lalu menganggukkan kepalanya, perintah tak langsung bagiku untuk naik. Lagi-lagi, ia membawaku berkeliling. Tempat dan jalan yang sama setiap kali, namun entah mengapa aku tak kunjung bosan. Hal yang tak sekalipun kuungkapkan. Mungkin karena gengsiku yang memuncak, bahkan untuk sekadar mengungkapkan betapa berharganya waktu yang ia luangkan untukku. Perhatian-perhatian kecil itu, kebebasan yang ia beri, kesabaran atas segala tingkah menyebalkanku. Tak pernah ada seorang yang memperlakukanku sepertinya, kecuali mungkin, kakakku tersayang yang kini telah pergi jauh meninggalkanku. Menyisakan pekat hampa di hatiku, yang selama ini kuisi dengan nama dan sayang hanya untuknya. Dan kini, aku disini bersama seorang asing, yang, bahkan baru kukenal setelah usiaku menginjak kepala dua. "Kenapa ...

HOW DO YOU WANT ME TO BE

Sahabat.. Benarkah kau memang ada..? Apakah ini mimpi atau aku yang mengada-ada, saat dulu aku merasa memiliki seorang sahabat yang, mau menerimaku dengan apa adanya aku. Sahabat yang menemaniku selalu, meski aku dihujat dan dicemooh oleh semua orang. Sahabat yang selalu mendukung dan mengarahkanku, saat semua orang menjauhiku. Sahabat yang tidak menghindar, meski aku menderita penyakit mengerikan sekalipun. Sahabat yang saat bersamanya, tak ada kata yang perlu diucapkan, karena kami satu sama lain sudah saling memahami. Sahabat yang saat bersamanya aku merasa tak ada permasalahan yang takkan selesai. Sahabat yang tak perlu kutakutkan akan berkata lain di belakangku, saat aku pergi. Sahabat yang selalu kurindukan keberadaannya, karena tanpa dia, sesungguhnya aku bagai api tanpa asap. Kosong, hampa, tidak nyata. Apakah ini ilusi, atau aku yang salah sangka, saat aku merasa tak ada lagi orang yang mau menerimaku, seluruhnya. Karena aku harus selalu berubah, harus selalu b...

ISTANA DIENG

Betapa ironisnya, sebuah tempat pemandian, bowling, karaoke, dan club house mewah seperti Istana Dieng, yang notabene mampu memberikan beragam layanan luar biasa, ternyata tak mampu bahkan sekadar menyiapkan sebuah tempat shalat layak yang tak menyerupai gudang kotor tak berpenghuni.  Masih pantaskah kita membangga-banggakan nama besar tempat ini, atau justru menangisinya? Setidaknya, mari kita luangkan waktu sejenak untuk merenung.. Betapa jamaknya hal semacam ini kita dapati di sekitar kita? Begitu banyak hotel-hotel mewah, pusat pembelanjaan besar, tak memiliki tempat shalat dan peralatan shalat memadai, yang tak membuat kita mengerutkan kening saat memasukinya, atau menutup hidung saat mengenakan peralatannya.. Bahkan jauh lebih banyak lagi yang tak menyediakan sama sekali satu ruanganpun sebagai tempat ibadah.. Layakkah hal semacam ini terjadi di negara kita tercinta, Indonesia..? Saatnya sesaat kawan, kita buka hati dan pikiran, pernahkah kita pikirkan hal semacam ini sebelum...

KONFLIK YANG TAK KUNJUNG BERAKHIR

Gambar
 Bulan Maret 2011 terasa sangat panas di kampus UIN Maliki Malang. Memang, sejak tahun 2008 hingga sekarang, tak ada  Pemilihan Raya Mahasiswa ( Pemira) yang tak ricuh. Tampaknya tahun ini menjadi catatan paling buruk perjalanan sejarah Pemira di kampus abu-abu ini. Pasalnya, pasca pembekuan BP2R oleh Wakil Rektor III, aksi terus saja berlangsung. Puncaknya, Jumat 18 Maret 2011, diadakan audiensi untuk menindaklanjuti pembekuan BP2R. Acara diawali dengan pembacaan surat keberatan PP atas keputusan PR3 hari sebelumnya. PP juga menyatakan dengan tegas bahwa mereka siap menyukseskan pemira UIN Maliki, dan menolak adanya politisasi konflik antar organisasi ekstra. Selanjutnya Mujaid Kumkelo memulai audiensi antar partai dan BP2R, dengan tujuan tegas menyelesaikan semua permasalahan yang telah terjadi beberapa hari terakhir ini. Ia menyatakan bahwa rektor akan mengeluarkan SK terkait pendampingan semua unsur dalam pemilu, semacam lembaga pengawas dan penindak undang-undang ...

BEHIND THE COLONIALISM

Gambar
One thing that is not correctly recognized by the inhabitants of the beloved archipelago in particular, and 80% of the world's population in general, is that colonialism was one of the greatest moral products of the 15th–19th century, created by the inhabitants of the Blue Continent, Europe. How could this be?   Reflections on the philosophy of critical thought state that truth must be deterministic and universal. Truth here is based on reason and morality, which means that the fundamental standards of knowledge, truth, reason, and morality in the world were intended to be uniform. Immanuel Kant, as the initiator of this understanding, wanted the whole world to be under the umbrella of the standards used in Europe. In practice, this is what led to colonialism, as a product of moral improvement, when it reached its peak.   Although we learned from history books in primary and secondary education that colonialism was merely a product of world exploitation, the m...